Rabu 28 Oct 2020 12:42 WIB

Dudung dari Jualan Kelepon Jadi Jenderal Penjaga Ibu Kota

Keputusan Dudung bulat ingin menjadi perwira militer sebagai jalan hidupnya.

Pangdam Jaya/Jayakarta Mayjen TNI Dudung Abdurachman dalam sesi foto usai mengikuti wawancara khusus dengan LKBN Antara di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (27/10/2020).
Foto:

Dudung bercerita saat konflik Aceh anggotanya selalu dibekali dua setel kain kafan. "Itu saya bekali seperti itu sehingga ketika ternyata terjadi kontak dengan GAM dan yang bersangkutan meninggal dunia itu bisa diperlakukan dengan baik," katanya.

Dia juga minta anggotanya agar hadir mulai dari pemberian jenazah ke keluarga hingga pemakaman selesai. "Saya bilang ke mereka dengan cara pendekatan itu Insya Allah kita bisa berhasil, dan terbukti tidak ada korban,” ujar Dudung.

Ia pun berkisah berkat kekompakan dan pendekatan humanis yang dilakukan oleh batalyon yang dipimpinnya, pada saat berpisah karena masa bertugas sudah selesai warga mengiringi kepergian prajurit TNI dengan derai air mata. “Itu pengalaman yang luar biasa bagi saya, karena hingga kita pergi itu kita ditangisi oleh masyarakat. Itu benar-benar berkesan bagi saya,” kenang Dudung.

Tidak Jaim

Bagi anak buahnya, Dudung tidak hanya dilihat sebagai sosok pemimpin yang karismatik namun juga sebagai sosok ayah yang selalu mengayomi dalam sebuah keluarga. “Bagi saya selain sebagai pemimpin, beliau adalah sosok ayah. Karena selama mengenal beliau itu tidak ada jarak antara atasan dan anak buah," ujar Kolonel Inf Luqman Arief.

Dandim 0501 JP/BS itu mengatakan, prajuri dibawahnya dibina, diayomi, dan komunikasi tidak ada sekat. "Orangnya tidak jaimlah. Beliau selalu berpesan agar kami jika jadi orang harus selalu berbuat baik kepada siapapun," katanya.

Meski saat ini sudah menjadi pemimpin yang sudah memiliki banyak pasukan, Dudung tetap menjaga sifatnya membumi. Ia tetap mempedomani pesan dari ibunya untuk selalu berbuat baik dan berbagi kepada sesama.

Selama menempuh pendidikan, satu hal yang menjadi kunci keberhasilan, yakni mengasihi sesama. "Berbuat baik kepada siapa saja, baik kepada kawan, atasan, nanti hasilnya baik," kata Dudung.

Hadapi Covid-19

Dudung dilantik sebagai Pangdam Jaya di tengah situasi krisis akibat Covid-19. Meski demikian dalam tiga bulan kepemimpinannya itu ia mencoba memahami permasalahan yang dihadapi masyarakat ibu kota akibat virus asal Wuhan itu.

Pendekatan kerakyatan tecermin dalam penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh Kodam Jaya/Jayakarta. Selain melakukan pengelolaan di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet dan tetap mengawasi penegakan protokol kesehatan bersama Polri lewat Operasi Yustisi, Dudung memiliki cara tersendiri. Untuk mencegah Covid-19 dengan melibatkan emak-emak di kawasan Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Kodam Jaya menjaring sekitar 6.100 kader emak-emak pada 61 kelurahan untuk menyebarkan informasi ke rumah-rumah warga terkait pentingnya menjalankan protokol kesehatan untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19.

Tak hanya mencegah peningkatan kasus Covid-19, penggerakan ibu-ibu PKK itu juga turut membantu ekonomi kerakyatan yang sempat melesu. Emak-emak itu mendapatkan insentif dengan kisaran Rp500.000 hingga Rp1 juta dari pemerintah pusat disesuaikan dengan kontribusinya menjadi kader yang menyosialisasikan penerapan protokol kesehatan.

Ternyata cara itu cukup berhasil. Tidak percuma emak-emak ke rumah-rumah atau sosialisasi di jalan-jalan pakai sound system teriak-teriak soal 3M. "Hasilnya cukup baik, saat ini di RSD Wisma Atlet jumlahnya (kasus konfirmasi COVID-19) berkurang cukup banyak,” kata Dudung.

Toleransi

Selain berbuat baik, sikap toleransi juga menjadi hal yang ditanamkan Dudung kepada para perwira yang dibinanya. Dudung mengenang semasa dirinya masih menjabat sebagai Gubernur Akademi Militer (Akmil) di Magelang, Jawa Tengah. Dia mengambil keputusan untuk mendirikan dua tempat ibadah, yaitu gereja Katolik dan pura untuk taruna/agar dapat beribadah.

Dulu di Akmil hanya ada masjid dan gereja untuk yang Protestan. Sementara untuk yang Katolik dan Hindu hanya di kelas membereskan bangku. "Jadi saya buatkanlah gereja untuk yang Katolik dan pura untuk yang Hindu. Mereka sedini mungkin saya tanamkan sikap toleransi beragama agar tidak hanya mengejar karier tapi tetap menjaga ketakwaan kepada Tuhan,” tutur Dudung.

Toleransi agama itupun tetap dipegang teguh Dudung pada saat bertugas mengawal aksi penolakan UU Cipta Kerja di Ibu Kota 8 Oktober 2020. Usai mengawal aksi di kawasan MH Thamrin, para pedemo yang ingin menunaikan shalat Maghrib pun meminta Dudung untuk menjadi imam memimpin mereka dalam beribadah.

Permohonan itupun dengan segera diterima Dudung dan berlangsunglah shalat berjamaah usai peserta aksi yang didominasi mahasiswa itu selesai menyampaikan pandangannya yang kontra pada UU Cipta Kerja.

Keputusan Dudung yang toleran lainnya dapat dilihat pada saat aksi 20 Oktober 2020 di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha yang masih memiliki tuntutan penolakan UU Cipta Kerja.

Saat massa dari elemen buruh dan mahasiswa telah pamit undur diri di sore hari justru bermunculan kelompok yang dapat dikategorikan sebagai anarko.

Beberapa kali massa yang tak teridentifikasi kelompoknya itu melakukan penyerangan terhadap petugas keamanan. Meski demikian Dudung bersih kukuh ingin mengedepankan pembubaran kerumunan orang itu tanpa gas air mata. “Kita harapkan jangan sampai gas air mata keluar. Sudah persuasif saja, makanya saya turunkan marinir dan TNI AD," katanya.

"Kita halau secara persuasif, akhirnya mereka nurut sehingga tidak ada gas air mata diletuskan. Kita dorong sampai mereka pulang ke tempat masing-masing,” ujar Dudung.

“TNI itu berasal dari rakyat, mereka (rakyat) bukan musuh kita, bukan lawan kita. Karena itu bagaimana kamu melakukan pengamanan apa pun secara kondusif, secara persuasif dan humanis kalau dijelaskan dengan baik dan bagus jadi kondusif,” kata Dudung.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement