REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman seumur hidup terhadap Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Ia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas kasus pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (AJS).
Tim kuasa hukum Heru Hidayat, Soesilo Aribowo mengaku kecewa dan akan mengajukan banding dalam waktu dekat. Ia meyakini perkara PT AJS bukan merupakan ranah tindak pidana korupsi. Hal-hal yang dilakukan Heru pun merupakan bagian dari keputusan yang terkait kebijakan di pasar modal.
"Kami tentu kecewa dengan putusan ini, pertimbangannya tidak detil dan tidak matang juga, kami akan segera mengajukan banding, " kata Soesilo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/10) malam.
Soesilo menilai hampir 90 persen putusan terhadap kliennya merupakan persoalan pasar modal seperti perdagangan saham atau manipulasi pasar. Oleh karenanya, pihaknha tak sependapat dengan pandangan hakim yang memiliki pandangan berbeda dengan SEMA Nomor 7 Tahun 2012 dan menyebut sekalipun modus operandi masuk perundangan lain, namun sepanjang unsur-unsur tindak pidana korupsi terpenuhi maka UU Tipikor yang diterapkan.
"Itu tidak bisa. Karena sepanjang di Pasal 14 UU itu Pasar Modal itu tidak mengatur bahwa tindak pidana korupsi, maka itu tak bisa dikorupsikan, tapi tetap di UU Pasar Modal, " tegasnya.
Hal lain yang tidak sependapat yakni terkait kerugian negara, Soesilo menilai Majelis Hakim langsung mengambil alih laporan pemeriksaan dari BPK dan langsung membagi dua kerugiannya. Semestinya, kerugian harus dibagi sesuai dengan peran masing-masing Terdakwa.
"Ini hal yang sulit bagi kami menerima putusan, " ucapnya.
Ia juga menyayangkan masih adanya saham-saham di PT AJS yang masih bisa dijual. Namun, hal tersebut tidak masuk dalam pertimbangan Majelis Hakim.
"Terus kemudian kemudian itu jadi milik siapa sekarang," kata Soesilo.
Saat membacakan putusan, Majelis hakim menilai tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa dan berdampak luas karena menyangkut aspek-aspek bernegara sehingga tidak mengherankan dikemas dalam berbagai modus operandi.
"Oleh karena itu, penanganan tindak pidana korupsi perlu penanganan kompleks sehingga SEMA Nomor 7 Tahun 2012 tersebut adalah jawaban sekaligus instrumen penting terhadap modus operandi korupsi yang berkembang dan dalam persidangan unsur-unsur korupsi terpenuhi dari rangkaian perbuatan terdakwa sehingga meski perbuatan terdakwa masuk dalam lingkup pasar modal tapi menurut hakim seluruh unsur tindak pidana korupsi terbukti maka perbuatan itu masuk dalam lingkup korupsi," kata hakim Agus Salim.
"Secara tersirat penasihat hukum terdakwa mengalihkan tanggung jawab secara sepihak ke PT Asuransi Jiwasraya semata jadi apa hak terdakwa untuk menerima pengelolaan bila terdakwa tidak punya niat jahat. Terdakwa jelas akan menolak pengelolaan itu karena terdakwa tidak punya kewenangan menurut undang-undang, penasihat hukum hanya ingin mengalahkan tanggung jawab sehingga pembelaan harus ditolak," kata hakim.
Selanjutnya majelis hakim juga menyatakan kerugian negara secara nyata adalah Rp16.807.283.375.000 sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI. "Terkait pembelaan penasihat hukum terdakwa yang menyatakan perhitungan kerugian negara masih kerugian potensial atau 'unrealized loss', majelis berpegang yang menilai jumlah kerugian negara adalah BPK jadi majelis mengikuti laporan kerugian negara BPK sehingga sangat beralasan menolak pembelaan penasihat hukum," kata hakim.