Rabu 21 Oct 2020 19:18 WIB

Admin Penggerak Pelajar Ditangkap, Perusuh Demo Berkurang

Polisi akan tetap mengejar dalang di balik admin penggerak pelajar.

Rep: Ali Mansur/ Red: Indira Rezkisari
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan penangkapan admin media sosial penggerak pelajar menyebabkan jumlah pelajar yang melakukan kerusuhan saat demo berkurang.
Foto: Antara Foto/Galih Pradipta
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan penangkapan admin media sosial penggerak pelajar menyebabkan jumlah pelajar yang melakukan kerusuhan saat demo berkurang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengklaim jumlah pelajar yang kerap melakukan perusuhan saat aksi unjuk rasa jauh berkurang. Hal itu terjadi setelah admin media sosial penggerak pelajar diamankan oleh jajaran Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu.

Polda menilai, aksi unjuk rasa yang digelar elemen buruh dan mahasiswa pun yang digelar Selasa (20/10) berjalan lancar. "Dengan admin yang diamankan kemarin Alhamdulillah kemarin berkurang yang datang ke sini," ujar Yusri dalam konferensi pers di Kompleks Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (21/10).

Baca Juga

Namun Yusri menegaskan akan tetap menindak tegas mereka yang tetap melakukan pengahasutan dan memprovokasi agar berbuat kerusuhan saat aksi unjuk rasa. Sambung Yusri, mayoritas para pelajar baik STM, SMK, dan SMP bahkan yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar mengaku mendapatkan undangan atau ajakan dari media sosial untuk berbuat onar saat unjuk rasa menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.

"Saya diundang Pak, melalui media sosial, diajak teman nanti dapat duit di sana, dapat makan, tiket kereta sudah disiapin, truk sudah disiapin, bus sudah disiapin tinggal datang ke sana lempar-lempar saja," kata Yusri, meniru ucapan pendemo usia pelajar.

Dalam kasus ini, kata Yusri, Polda Metro Jaya telah mengamankan tiga tersangka MI, WH selaku admin Facebook STM-SEJABODETABEK dan FN sebagai admin akun instagram @panjang.umur.perlawanan pada Senin (19/10) malam WIB. Ketiga pengelolah media sosial tersebut diduga sebagai penggerak pelajar untuk membuat kericuhan saat unjuk rasa menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja pada 8 dan 13 Oktober 2020 lalu.

"Layer yang di atasnya akan kita kejar, kita masih melakukan penyelidikan kita akan kejar sampai mana pun. Karena ini kalau dilihat bagaimana isi dari grupnya itu, kalau ketemu polisi harus seperti apa, itu betul-betul penghasutan," ungkap Yusri.

Atas perbuatannya, mereka akan dikenakan Pasal 28 Ayat 2 Jo Oasal 45a Ayat 2 UU No 19 Tahun 2016 ITE dan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 207 KUHP, dengan ancaman 10 tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement