REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Inas Widyanuratikah
Diperlukan sekitar 180 juta orang dari seluruh penduduk Indonesia untuk diberikan vaksin Covid-19 untuk menciptakan kekebalan populasi (herd immunity) terhadap Covid-19. Hal diungkap oleh Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro dalam konferensi pers virtual Forum Merdeka Barat 9 tentang Pengembangan Vaksin, Terapi dan Inovasi Covid-19, Jakarta, Selasa (20/10).
"Kalau menggunakan rumus herd immunity itu dua pertiga penduduk harus divaksin alias 180 juta karena satu orang butuh dua kali vaksin maka dibutuhkan minimal 360 juta dosis," kata Bambang.
Bambang menuturkan, jika semua penduduk Indonesia divaksin, maka diperlukan 540 juta dosis vaksin untuk 270 juta penduduk Indonesia. Alasannya, satu orang perlu dua kali suntikan dosis vaksin.
Terkait pemenuhan kebutuhan vaksin, Bambang menuturkan memang harus ada kapasitas produksi antara 360 juta sampai 540 juta dosis. Kapasitas produksi itu kemungkinan tidak bisa dipenuhi oleh PT Bio Farma sendirian, karena kapasitas PT Bio Farma memiliki kapasitas produksi 250 juta dosis vaksin per tahun.
Untuk memperlancar produksi vaksin, Kementerian Riset dan Teknologi sudah menggandeng dan bernegosiasi dengan beberapa perusahaan swasta yang bersedia untuk berinvestasi dalam pengembangan dari vaksin Covid-19. Perusahaan swasta tersebut antara lain PT Kalbe Farma, PT Sanbe Farma, PT Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia, PT Biotis dan Tempo Scan.
"Beberapa dari mereka sudah berinvestasi dan sudah mengurus izin ke BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), sebagian lagi sedang mempersiapkan rencana investasi dan izin tersebut," ujar Bambang.
Selain mengembangkan vaksin secara mandiri, penyediaan vaksin untuk masyarakat Indonesia juga dilakukan melalui upaya kerja sama dengan pihak luar negeri. Bambang menuturkan, meskipun ada yang beli langsung atau beli vaksin dalam keadaan utuh dari luar negeri, tetapi pemerintah Indonesia lebih mengutamakan ada kerja sama yang melibatkan transfer teknologi misalnya paling tidak untuk memindahkan vaksin yang dikirim dari luar ke dalam botol-botol yang nantinya kemudian didistribusikan untuk keperluan vaksinasi.
"Kita sudah sudah membangun kerjas ama, tidak hanya dengan China atau AstraZeneca tapi juga dengan Korea juga dengan Turki. Intinya kita mendorong kerja sama selama itu tentunya menguntungkan buat Indonesia," tutur Bambang.
Bambang menambahkan, saat ini Indonesia juga sedang melirik proses kolaborasi riset dengan negara Uni Eropa. Salah satu yang diusahakan adalah pengembangan dan potensi kerja sama vaksin.
"Sinergi dan kolaborasi riset merupakan kunci dalam kegiatan penelitian dan pengembangan. Oleh karena itu, kami mengapresiasi pelaksanaan European Research Day Indonesia (ERD) 2020, di mana membuka peluang baru bagi Indonesia untuk berkolaborasi dengan peneliti di sejumlah negara Uni Eropa," kata dia menambahkan.
Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket mengatkaan inisiatif kerja sama global membutuhkan banyak mitra. Kerja sama berbagai macam pemangku kepentingan dapat menawarkan solusi yang paling sesuai terhadap tantangan global tanpa mengenal batas negara.
Misalnya, pada saat pandemi Covid-19, Uni Eropa telah menginvestasikan 458,9 juta euro untuk penelitian dan inovasi yang secara khusus menangani Covid-19. Vincent mengatakan, ke depannya penelitian yang dilakukan tak hanya terbatas pada sumber daya alam saja, namun juga sektor lainnya.
"Uni Eropa berkomitmen untuk mengatasi tantangan terbesar saat ini yaitu perubahan iklim," kata Vincent.
Penyediaan konsentrat vaksin
Pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin menggandeng tiga perusahaan vaksin asal China yakni Sinovac, Sinopharm, dan CanSino dalam menyediakan konsentrat vaksin Covid-19. Dikutip dari "Buku Laporan Tahunan 2020, Peringatan Setahun Jokowi-Ma'ruf: Bangkit Untuk Indonesia Maju" di Jakarta, Selasa, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 267 juta jiwa maka kebutuhan vaksin sangat mendesak.
Vaksin produksi sendiri tidak akan bisa memenuhi. Untuk itu perlu kerja sama dengan produsen vaksin asing.
Indonesia meneken kesepakatan dengan Sinovac untuk menyediakan 143 juta dosis konsentrat vaksin Covid-19 yang dimulai November 2020. Saat ini, vaksin Covid-19 milik Sinovac itu dilakukan uji klinis fase tiga atau tahap akhir pada sejumlah relawan. Vaksin itu juga sedang di uji klinis di Indonesia oleh PT Bio Farma. Ditargetkan uji klinis selesai pada Desember 2020.
Sementara itu, vaksin dari Sinopharm sedang menjalani uji coba klinis tahap ketiga di Uni Emirat Arab. Kerja sama dengan Sinopharm untuk menyediakan 65 juta dosis konsentrat vaksin Covid-19.
Sementara dengan CanSino dalam penyediaan sebanyak 15 juta hingga 20 juta dosis konsentrat vaksin Covid-19. Begitu dengan AstraZeneca yang berasal Inggris untuk penyediaan 100 juta dosis konsentrat vaksin Covid-19.
Pemerintah telah menetapkan sebanyak 170 juta jiwa, atau sekitar 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia akan mendapatkan suntikan vaksin Covid-19. Indonesia memerlukan vaksin Covid-19 sebanyak 340 juta dosis dalam kurun waktu setahun.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, mengatakan keempat produsen vaksin tersebut telah memberikan komitmen untuk mengirimkan vaksin Covid-19 bagi Indonesia. Untuk AstraZeneca, dari hasil kunjungan Indonesia ke Inggris dan Swiss didapati komitmen bahwa AstraZeneca sanggup memberikan sebanyak 100 juta dosis vaksin yang rencananya akan mulai diberikan secara bertahap terhitung mulai Maret 2021.
Selanjutnya, untuk Sinovac telah memberikan komitmen untuk memberikan 3 juta vaksin siap pakai yang akan dikirim secara bertahap yakni 1,5 juta pada November dan 1,5 juta pada Desember mendatang. Dengan pemberian dual dose, apabila satu orang diberikan dua kali suntikan maka jumlah tersebut dapat digunakan untuk 1,5 juta orang. Pada 2021, Sinovac berkomitmen untuk mengirimkan secara bertahap bahan baku pembuatan vaksin.
Selanjutnya dari Sinopharm berkomitmen untuk memberikan 15 juta dosis vaksin kepada Indonesia pada Desember 2020. Vaksin dari Sinopharm saat ini telah menyelesaikan uji klinis fase tiga di China, Uni Emirat Arab (UEA), dan Turki.
Kemudian untuk CanSino, telah diuji di negara Arab Saudi dan Kanada. Untuk menjamin keamanan produk, Emergency Use Authorization (EUA) telah dikeluarkan oleh otoritas setempat.
Pemerintah memperkirakan sebanyak 9,1 juta vaksin akan tersedia hingga akhir 2020. Kepastian waktu ketersediaannya, bergantung pada Emergency Use Authorization yang dikeluarkan oleh BPOM serta rekomendasi kehalalan dari MUI dan Kementerian Agama.
"Kalau ditotal dari November Desember kita sudah dapat kepastian ketersediaan untuk digunakan vaksinasi bagi 9,1 juta orang," ujar Yurianto saat saat keterangan persn kesiapan vaksin Covid-19 di Kemenkominfo, Senin (19/10).