Senin 19 Oct 2020 19:57 WIB

Pengungsi Rohingya di Dekat Lautan Aceh Harus Diselamatkan

Kapal pengangkut berisi sekitar 250 orang dari Rohingnya kembali dekati perairan Aceh

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Christiyaningsih
Sejumlah pengungsi etnis Rohingya beristirahat di pondok pedagang pesisir pantai Lancok, Kecamatan Syantalira Bayu, Aceh Utara, Aceh, Kamis (25/6/2020). Sebanyak 94 orang pengungsi etnis Rohingya, terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak itu dievakuasi paksa oleh nelayan setelah ditemukan terdampar di tengah laut dengan kondisi kapal rusak, belasan pengungsi dalam kondisi sakit dan  sebanyak 15 orang lainnya dilaporkan meninggal di laut selama mereka terdampar di perairan Indonesia hingga ke Aceh.
Foto: ANTARA/RAHMAD
Sejumlah pengungsi etnis Rohingya beristirahat di pondok pedagang pesisir pantai Lancok, Kecamatan Syantalira Bayu, Aceh Utara, Aceh, Kamis (25/6/2020). Sebanyak 94 orang pengungsi etnis Rohingya, terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak itu dievakuasi paksa oleh nelayan setelah ditemukan terdampar di tengah laut dengan kondisi kapal rusak, belasan pengungsi dalam kondisi sakit dan sebanyak 15 orang lainnya dilaporkan meninggal di laut selama mereka terdampar di perairan Indonesia hingga ke Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sebuah kapal pengangkut berisi sekitar 250 orang dari Rohingnya kembali mendekati perairan Aceh. Ratusan imigran itu diduga akan berlabuh di Lhokseumawe.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta agar otoritas di Indonesia yang menemukan mereka baik itu Polairud, TNI AL, atau pemerintah daerah dan pusat harus segera menyelamatkan para pengungsi yang kemungkinan besar sudah berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan berada di laut. Usman menegaskan hal ini persoalan hidup dan mati.

Baca Juga

“Indonesia, dengan pengalaman penyelamatan sebelumnya, bisa kembali menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan, hanya dengan mengutamakan kemanusiaan,” kata Usman kepada Republika, Senin (19/10).

Amnesty menerima laporan adanya rencana otoritas berwenang untuk menolak kedatangan mereka. Rencana penolakan tersebut menurut Usman tidak bisa dibenarkan.

"Menolak masuk dan mengirim kembali mereka ke lautan lepas sama saja mengingkari kewajiban internasional Indonesia. Kapal mereka harus dibiarkan masuk dan mendarat di pantai terdekat. Para pengungsi diselamatkan dan dipenuhi kebutuhan dasarnya, " tegasnya.

Usman menilai Indonesia sebenarnya telah menunjukkan teladan yang baik dengan menerima dua gelombang pengungsi Rohingya pada Juni dan September. Di sisi lain, tak ada alasan bagi negara-negara tetangga untuk membiarkan Indonesia bergerak sendiri dalam menangani kapal Rohingya.

“Harus ada tanggung jawab bersama di antara negara-negara kawasan untuk melakukan pencarian dan penyelamatan agar mereka terhindar dari bahaya di laut dan kondisi sulit di kampung halaman serta di kamp pengungsi Bangladesh,” terangnya.

Ia menekankan pengungsi Rohingya membutuhkan respons kemanusiaan dari kawasan. Usman mengungkapkan Amnesty mendapatkan informasi bahwa patroli perbatasan Indonesia sedang mencoba untuk mencegah kedatangan mereka dan memerintahkan satuan-satuan setempat di Aceh untuk bersiaga.

Pada September, Pemerintah Indonesia telah memberikan izin pendaratan bagi 297 pengungsi Rohingya di Lhokseumawe, Aceh. Sebelumnya pada Juni, 99 pengungsi Rohingya masuk wilayah Indonesia melalui pantai Aceh Utara. Para pengungsi dapat masuk setelah masyarakat lokal menekan pemerintah setempat untuk menyelamatkan mereka.

Semua pengungsi sebanyak 383 orang tersebut saat ini ditampung di Balai Latihan Kerja Lhokseumawe. Beberapa dari mereka telah melarikan diri dari tempat penampungan sementara setidaknya tiga orang telah meninggal akibat Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement