REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi menilai permintaan pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 terkait dengan kebijakan keuangan penanganan Covid-19 untuk menghadirkan DPD tidak urgen.
"Jadi begini, ini kan
Anwar pun mempertanyakan urgensi kehadiran DPD untuk memberikan keterangan terkait dengan pembahasan undang-udang dari perpu tersebut kepada pemohon. Pemohon dari perkara tersebut adalah Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), sertaperseorangan bernama Desiana Samosir, Muhammad Maulana, dan Syamsuddin Alimsyah.
Kuasa hukum pemohon Violla Reininda mengemukakan alasan kehadiran DPD untuk memberikan keterangan adalah adanya dalil pemohon yang menyatakan pengesahan undang-undang tersebut cacat formil karena tidak melibatkan DPD.
Untuk itu, keterangan DPD terkait dengan pembahasan penetapan perpu dinilai perlu oleh pemohon. Apalagi, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 92 Tahun 2012 membuka ruang bagi DPD untuk berpartisipasi dalam pembahasan perpu.
Adapun pemohon dalam permohonan uji formil UU Nomor 2 Tahun 2020 mendalilkan semestinya DPD dilibatkan dalam pembahasan serta pengesahan karena perpu yang dibahas berkaitan dengan materi pengaturan Undang-Undang APBN, pendidikan, otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pajak sesuai dengan Pasal 22D Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.