Kamis 15 Oct 2020 23:29 WIB

DPR Minta MK Tolak Penggugat UU Penetapan Perppu Corona

Legislator Golkar minta MK tolak Gugatan UU Penetapan Perppu Corona.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Muhammad Misbakhun
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Muhammad Misbakhun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Misbakhun menilai regulasi itu tidak menyalahi UUD 1945.

"Tidak jelas adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional para pemohon terkait dengan pasal-pasal yang dimohonkan pengujian dan keberadaan hubungan sebab akibat (causal verband) antara dalil kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional," kata Misbakhun dalam keterangan, Kamis (15/10).

Baca Juga

Hal tersebut sampaikan Misbakhun pada sidang MK hari ini. Agenda sidang yakni mendengarkan tanggapan DPR terkait gugatan terkait. Misbakhun menilai bahwa para pemohon uji materi UU tersebut tidak memiliki legal standing. 

Ia menegaskan penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU sudah melalui proses sesuai ketentuan. Dia mengatakan, pandemi Covid-19 merupakan pukulan yang sangat berat bagi masyarakat sebab kondisi itu berdampak pada interaksi sosial dan ekonomi masyarakat.

Misbakhun mengatakan, kedalaman implikasi Covid-19 terhadap perekonomian sulit diukur karena puncak pandemi Covid-19 belum bisa dipastikan waktunya. Lanjutnya, implikasi ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi terhadap perekonomian sangat dalam sehingga semua skenario perlu disiapkan untuk menghadapi situasi terburuk.

Politikus Golkar itu menambahkan, pihak yang paling terdampak pandemi Covid-19 ialah pekerja informal yang memenuhi biaya hidup mereka melalui aktivitas sehari-hari. Begitu juga dengan pelaku UMKM dan kelompok kelas menengah. Menurutnya, sudah seharusnya negara hadir pada persoalan rakyatnya di tengah situasi tersebut.

Dia mengatakan, pemerintah harus memanfaatkan ruang ketatanegaraan yang tersedia untuk mengatasi situasi yang ada. Dia melanjutkan, mengacu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mempunyai keterbatasan.

Misbakhun mengatakan, pemerintah memerlukan dana guna membiayai program-program yang telah ditentukan untuk memulihkan perekonomian akibat Covid-19. Ungkapnya, satu-satunya cara pemerintah harus berutang jika Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan dana lainnya tidak mencukupi.

Mantan pegawai direktorat jenderal pajak itu mengungkapkan bahwa utang bukanlah tujuan, tetapi hanya sebagai cara agar dapat keluar dari masalah seperti yang dilakukan negara lain. "Hal yang utama bukan negara berutang, tetapi utang tersebut dimanfaatkan seperti menolong rakyat jelata," katanya.

Dia menepis soal dalil pemohon tentang pembahasan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tidak melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Menurutnya, keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya untuk yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

"RUU Penetapan Perppu 1/2020 menjadi UU bukan merupakan usulan DPD, sehingga DPD tidak memiliki kewenangan untuk membahas RUU tersebut," katanya.

Sebabnya, dalam petitum dia meminta MK menolak seluruh permohonan para pemohon karena tidak memiliki kedudukan hukum sehingga permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Dia juga meminta MK menerima keterangan DPR secara keseluruhan proses pembentukan UU telah sesuai dengan UUD 1945.

Saat ini di MK ada tujuh gugatan atas UU Nomor 2 Tahun 2020. Terdapat puluhan tokoh yang masuk dalam deretan penggugat, antara lain Amien Rais, Din Syamsuddin, Adhie Massardi, Sri Edi Swasono, Abdullah Hehamahua, Irwan Sumule, Damai Hari Lubis, Munarman, Ismail Yusanto, Jumhur Hidayat, Marwan Batubara, MS Kaban dan lain-lain.

Selain itu, ada pula badan hukum yang ikut menggugat UU Nomor 2 Tahun 2020. Di antaranya ialah Pengurus Besar Pemuda Al-Irsyad, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMM), Yayasan LBH Catur Bhakti, serta Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan masyarakat Indonesia (YAPPIKA).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement