Kamis 15 Oct 2020 15:30 WIB

Mempertanyakan Rencana Vaksin Covid-19 di Bulan November

Belum ada kepastian dari mana vaksinnya dan berapa banyak penerimanya.

Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat. Sejumlah pemerintah daerah mulai menyusun rencanan pemberian vaksin Covid-19 kepada kelompok prioritas. Rencananya vaksin Covid-19 akan mulai diberikan di bulan November.
Foto: M Agung Rajasa/ANTARA FOTO
Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat. Sejumlah pemerintah daerah mulai menyusun rencanan pemberian vaksin Covid-19 kepada kelompok prioritas. Rencananya vaksin Covid-19 akan mulai diberikan di bulan November.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mahsir Ramadhan, Rr Laeny Sulistyawati, Shabrina Zakaria, Uji Sukma Medianti, Muhammad Nursyamsi

Rencana pemerintah untuk mulai memberikan vaksin Covid-19 di bulan November mendatang menimbulkan tanda tanya. Apakah vaksin tersebut sudah layak sesuai aturan ilmiah untuk diberikan ke masyarakat.

Baca Juga

Pakar Epidemiologi UI, dr Pandu Riono, mempertanyakan kiriman vaksin Covid-19 oleh pemerintah yang ditargetkan akan mulai digunakan November 2020. Padahal menurut dia, vaksin bukanlah solusi pendek dalam mengatasi pandemi Covid-19.

‘’Kenapa harus tergesa-gesa?. Vaksin itu bukan solusi jangka pendek, itu harus jangka panjang,’’ ujar dia, Kamis (15/10).

Pandu menegaskan, kemungkinan vaksin efektif dilakukan November 2020 merupakan hal yang tidak lumrah. Selain belum ada vaksin yang selesai secara klinis di seluruh dunia, kemauan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 juga dinilainya tidak jelas.

‘’Pemerintah kan punya kemauan yang tidak jelas. Itu juga harus ditegaskan lagi,’’ katanya.

Ketika ditanya kemungkinan vaksin datang November 2020, dr Pandu tidak menampiknya. Sebab, pemerintah kata dia, memang memiliki kemampuan untuk memaksakan kebijakan dalam penanganan kesehatan.

Kemungkinan vaksin November mendatang yang tidak akan efektif, menurutnya juga sangat besar. Sehingga, kemampuan dari solusi itu ia nilai tidak akan ada gunanya.

‘’Jadi kalau November jadi, mau siapapun yang dapat vaksin atau tidak dapat, masih akan tetap terinfeksi virus,’’ tambah dia.

Dia juga tak menampik jika akan ada risiko lain ke depannya. Terlebih, ketika tidak ada komunikasi publik yang jelas menyoal penanganan wabah, termasuk vaksin.

Oleh sebab itu, ia menuntut Pemerintah Pusat untuk kembali melakukan hal yang paling mendasar. Surveilans dalam bentuk testing, pelacakan dan isolasi, menjadi yang utama. ‘’Termasuk 3M. Karena, yang bisa mengendalikan pandemi saat ini bukan vaksin. Vaksin itu untuk jangka panjang,’’ tegasnya.

Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS)  mengkritisi sikap pemerintah yang mengeluarkan opini mengenai vaksin virus corona yang membuat terjadinya kesalahan pemahaman. Sebab, saat ini vaksin masih dalam tahap uji klinis dan paling cepat diproduksi pada 2021 mendatang.

"Pemerintah mengeluarkan opini yang membuat kesalahpahaman pemahaman di mana vaksin Covid-19 sebenarnya masih lama," kata Peneliti Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Fajri Azhari saat berbicara di konferensi virtual IDEAS.

Padahal, ia menegaskan saat ini negara-negara di dunia masih melakukan uji klinis atau pengembangan vaksin-vaksin. Sementara di Indonesia, dia menambahkan, juga kini tengah mengembangkan empat vaksin Covid-19.

Pertama, Indonesia menggandeng Uni Emirat Arab (UEA) dan melakukan uji coba vaksin kepada sekitar 22 ribu orang, namun sampai saat ini belum ada perkembangan signifikan. Kedua, Indonesia bekerja sama dengan Korea Selatan membuat vaksin yang dibuat dari DNA virus yaitu GX-19 yang sudah memasuki uji klinis tahap pertama September 2020 lalu dan diperkirakan bisa dibuat massal pada Agustus 2021.

Vaksin ketiga yaitu Sinovac yang merupakan kerja sama Indonesia dan China dengan target produksi awal 2021 mendatang. Terakhir adalah Vaksin Merah Putih yang merupakan kerja sama universitas di Indonesia dengan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Ia menambahkan, pengembangan vaksin Merah Putih ini sudah mencapai kemajuan 40 persen pada kuartal ketiga kemarin, kemudian rencananya akan diproduksi BUMN penghasil vaksin Bio Farma pada pertengahan 2021.

"Artinya vaksin paling cepat ada awal 2021 yaitu Sinovac. Jadi vaksin itu masih lama dan di tiga bulan terakhir 2020 ini  bisa dikatakan menghadapi dark age atau fase kegelapan di mana intervensi non-farmasi tidak dilirik lagi oleh pemerintah secara serius," ujarnya.

Kemudian, ia juga mempertanyakan setelah vaksin ini ditemukan dan diproduksi kemudian masalah penularan virus ini selesai. Sebab, Ia menilai ada penggiringan yang bias, ketika vaksin Covid-19 ditemukan maka penularan virus selesai.

Padahal, dia menambahkan, informasi kesehatan yang dipublikasikan universitas di Georgia disebutkan kalau vaksin Covid-19 yang akan diedarkan pada Januari 2021 tidak begitu efektif. Karena cara kerjanya tidak semerta-merta menghentikan virus melainkan memicu respons kekebalan tubuh seseorang dahulu untuk mencegah menularkan virus.

Poin kedua, dia melanjutkan, vaksin corona memiliki beberapa efek samping seperti demam, nyeri otot tetapi belum bisa dipastikan jangka waktu bertahannya vaksin Covid-19 dalam tubuh berapa lama. 

Sejumlah kepala daerah seperti di Bogor dan Bekasi telah diminta untuk mengusulkan jumlah warganya yang akan masuk prioritas penerima vaksin Covid-19.

Di Kabupaten Bogor, 1,2 juta masyarakat akan menerima vaksin Covid-19. Dari jutaan masyarakat tersebut, pemberian vaksin akan diutamakan pada pegawai pelayanan masyarakat.

Bupati Bogor, Ade Munawaroh Yasin, menjelaskan pemberian vaksin tersebut akan diberikan pada 20 persen dari jumlah penduduk. Saat ini jumlah penduduk di Kabupaten Bogor adalah sekitar 6 juta jiwa.

Ade merincikan, mereka yang akan diprioritaskan untuk mendapat vaksin Covid-19 adalah tenaga kesehatan, Polri, TNI, pegawai, guru, dan masyarakat yang paling banyak terdampak di zona merah.

“Artinya ada orang-orang yang punya profesi itu di Kabupaten Bogor apalagi bersentuhan, masuk ke dalam daftar,” ujar Ade Yasin, Rabu (14/10).

Pemkab Bogor tengah mendata 1,2 juta orang yang akan divaksinasi terlebih dahulu.

“Pelaksanaannya belum dikasih tahu, karena ini kita baru diminta datanya dulu agar 1,2 juta masyarakat itu terdata dulu,” kata Ade Yasin.

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto juga segera menyusun rencana vaksinasi bagi warganya. Bima Arya memaparkan, sejumlah 20 persen dari warga Kota Bogor divaksin terlebih dahulu, terutama tenaga kesehatan dan pelayanan publik. "Jadi ada dua yang kami prioritaskan. Pertama adalah tenaga kesehatan dan kedua adalah pelayan publik. Seperti Aparatur Sipil Negara (ASN) dan orang-orang yang beresiko tinggi karena sering melakukan kontak karena pekerjaannya sebagai pelayan publik," jelas Bima Arya.

Sedangkan pemerintah Kota Bekasi mengusulkan 20 persen warganya menerima vaksin Covid-19. Jika dihitung, jumlah tersebut mewakili 491.725 warga dari 2,4 juta penduduk.

Namun, vaksin akan diprioritaskan kepada penduduk berusia 18-59 tahun yang masuk kategori rentan secara bertahap dengan mempertimbangkan kajian epidemiologi, ketersediaan Covid-19 dan sarana pendukung lainnya. Wakil Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto Tjahyono, mengatakan, ada empat kelompok yang mendapatkan prioritas vaksin.

"Empat kelompok yang dapat prioritas vaksin, petugas pelayanan publik yang berhadapan langsung dengan masyarakat, kelompok risiko tinggi, contact tracing, dan administrator pelayanan publik," kata Tri saat dikonfirmasi Republika.co.id.

Adapun, dia merinci, petugas pelayanan publik yang berhadapan langsung dengan masyarakat, seperti TNI/Polri, petugas stasiun kereta api, petugas pemadam kebakaran, dan petugas yang bertugas di lapangan. Selanjutnya, kelompok pekerja yang merupakan kelompok usia produktif dan berkontribusi dalam sektor perekonomian serta pendidikan. Lalu, penduduk yang tinggal di kawasan padat penduduk.

"Tentunya pemberian vaksin akan dilakukan bertahap, dimulai pada awal tahun 2021 dengan mempertimbangkan kajian epidemi," ungkapnya.

Sedangkan Kabupaten Bekasi mengusulkan 2,33 juta warganya untuk menerima vaksin Covid-19. Jumlah tersebut mewakili 60 persen jumlah penduduk Kabupaten Bekasi yakni sebanyak 3,89 juta jiwa.

"(Jumlah) ini sesuai dengan strategi vaksinasi vaksin Covid-19 di wilayah Bodebek dan Bandung Raya,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Bekasi, Alamsyah.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, masih menunggu kepastian jatah vaksin untuk warga Jawa Barat. Ada dua jenis vaksin Covid-19 yang nantinya akan digunakan di Indonesia. Kedua vaksi itu adalah vaksin yang diimpor 100 persen dari luar negeri, dan vaksin yang sedang berproses uji klinis oleh Biofarma di Bandung, Jawa Barat.

Emil menjelaskan, vaksin yang diimpor pemerintah pusat akan datang pada November yang akan datang. Namun, vaksin impor tersebut akan difokuskan untuk para tenaga kesehatan (nakes). Sementara untuk vaksin yang diproduksi di dalam negeri masih diproses. Ia pun masih mencari formasi pemberian vaksin Covid-19. Hal itu dilakukan, untuk memastikan pihak mana yang lebih dulu akan mendapatkan.

Project Integration Manager R&D PT Bio Farma (Persero) Neni Nurainy menilai pentingnya kehadiran vaksin guna mengatasi penyebaran Covid-19. Neni menjelaskan, manfaat vaksin dapat mengurangi atau mengontrol mortalitas, morbidititas, hingga komplikasi.

Kata Neni, pemerintah dan BUMN tengah berjuang dalam menghadirkan vaksin, baik membangun vaksin mandiri untuk jangka panjang maupun kerja sama pengadaan vaksin dengan negara atau perusahaan luar untuk jangka pendek.

Neni menyebut Sinovac telah berkomitmen memberikan dosis bulk kepada Indonesia secara bertahap, mulai dari 15 juta dosis bulk pada November dan Desember 2020, 35 juta dosis bulk pada Januari hingga Maret 2021, dan 210 juta dosis bulk pada April hingga Desember 2021. Neni mengatakan kapasitas produksi Bio Farma sendiri saat ini sudah mencapai 250 juta dosis per tahun pada 2021. Neni menilai kapasitas tersebut mampu memenuhi 70 persen kebutuhan vaksin dalam negeri untuk mencapai herd immunity.

"Untuk mendapat herd immunity itu 170 juta kali dua jadi 340 juta vaksin. Tidak cukup memang, kekurangannya nanti dengan impor dari vaksin yang sudah jadi," ucap Neni.

Neni menilai program vaksinasi yang diharapkan mulai berjalan pada 2021 memerlukan dukungan masyarakat. Neni mengatakan banyak masyarakat yang justru meragukan manfaat vaksin.

"Kadang-kadang banyak masyarakat meragukan vaksin, bahkan dalam survei baru-baru ini disebutkan di media atau satu institusi bahwa yang percaya vaksin Sinovac yang akan beredar di Indonesia hanya 47 persen," ungkap Neni.

Neni menilai keraguan masyarakat akan vaksin dari Sinovac akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan juga BUMN. Neni mengatakan pentingnya edukasi akan manfaat vaksin kepada masyarakat agar program vaksinasi dapat berjalan maksimal. "(Hasil survei) ini mengingatkan kita bahwa edukasi sangat penting agat ketika vaksin sudah ada, masyarakat penerimaannya baik," ucap Neni.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement