Rabu 14 Oct 2020 11:24 WIB

Mayoritas Pendemo Omnibus Law yang Diamankan Siswa SMA-SMK

Pemprov Jatim akan melakukan pengawasan terhadap pelajar.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja (Omnibus Law)
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja (Omnibus Law)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Direktur Intelkam Polda Jatim Kombes Pol Slamet Hariyadi dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menggelar pertemuan daring bersama kepala sekolah SMA-SMK se-Jatim dalam upaya mengantisipasi keterlibatan siswa di demo Omnibus Law. Slamet menyebut, sekitar 65-70 persen dari massa aksi penolakan UU Cipta Kerja yang diamankan pada 8 Oktober 2020 adalah pelajar SMA dan SMK.

Melihat tingginya angka partisipasi pelajar tersebut, Slamet membuka kesempatan untuk koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan sekolah-sekolah dalam melakukan pengawasan terhadap pelajar. Dia pun meminta para pendidik dan stakeholder kependidikan untuk bisa meningkatkan sinergi dengan jajaran kepolisian, baik di tingkat Polres, Polsek, maupun Polda.

"Bapak Ibu sekalian tidak perlu khawatir. Bapak Ibu sekalian tidak sendirian, kita akan selalu mendampingi untuk membina anak-anak kita," kata Slamet di Surabaya, Rabu (14/10).

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta kepala sekolah, guru, dan Kepala Cabang Dinas Pendidikan di wilayahnya untuk melibatkan komite sekolah dan OSIS dalam proses pengawasan para pelajar. Sehingga tidak lagi terjadi siswa-siswi mengikuti aksi unjuk rasa. Menurutnya, keikutsertaan komite sekolah dan OSIS bisa menjadi pendekatan efektif.

“Saya minta para kepala sekolah dan guru kelas mengundang komite sekolah, baik secara langsung maupun virtual. Begitu pula pengurus OSIS. Mereka diajak ikut untuk mengajak putera- puteri atau temannya agar tetap konsentrasi belajar,” kata Khofifah.

Khofifah menambahkan, melalui komite sekolah diharapkan para orang tua bisa membimbing dan memonitoring langsung aktivitas anak-anaknya. Monitoring bisa dilakukan melalui grup media sosial dan sebagainya. Sedangkan pendekatan melalui OSIS menjadi efektif karena siswa-siswq memiliki kedekatan emosional sebagai teman sebaya.

“Kalau OSIS bahkan bisa lebih efektif karena merupakan pendekatan teman sebaya, yang menggunakan bahasa mereka, juga dengan diksi ala milenial,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement