Rabu 14 Oct 2020 10:37 WIB

Perintah Brigjen Prasetijo Bakar Surat Jalan Djoko Tjandra

Surat dakwaan mengungkap perintah Prasetijo membakar surat jalan palsu Djoko Tjandra.

Terdakwa kasus pemalsuan surat jalan terhadap terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo mengikuti sidang perdana yang digelar secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta TImur, Selasa (13/10). Sidang perdana tersebut beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum yang digelar secara virtual. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus pemalsuan surat jalan terhadap terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo mengikuti sidang perdana yang digelar secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta TImur, Selasa (13/10). Sidang perdana tersebut beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum yang digelar secara virtual. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Bambang Noroyono

Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo disebut memerintahkan pembakaran surat jalan palsu untuk terpidana kasus cessie Bank Bali 2009 Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra). Hal itu terungkap dalam dakwaan Prasetijo yang dibacakan jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (13/10).

Baca Juga

"Sekitar Juli 2020, muncul pemberitaan di media terkait keberadaan Joko Tjandra yang diketahui masuk ke Indonesia menggunakan surat jalan palsu. Atas pemberitaan itu, terdakwa Prasetijo Utomo merasa khawatir dan pada 8 Juli 2020 memerintahkan Jhony Andrijanto untuk membakar surat-surat yang digunakan dalam perjalanan penjemputan Joko Tjandra," kata jaksa Yeni Trimulyani, Selasa.

Djoko Tjandra adalah terpidana berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung pada 11 Juni 2009 dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun penjara. Namun, dia melarikan diri sehingga sejak 17 Juni 2009 ditetapkan status buron dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Direktorat Jenderal Imigrasi dan daftar Interpol Red Notice.

"Penjemputan dilakukan dari Pontianak ke Jakarta pada 6 dan 8 Juni 2020. Terdakwa mengatakan 'Jhon..surat-surat kemarin disimpan di mana? Dan dijawab 'ada sama saya jenderal..' lalu terdakwa mengatakan 'bakar semua!" ungkap jaksa Yeni.

Jhony lalu mengambil surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19 dan surat rekomendasi kesehatan atas nama Prasetijo Utomo, Anita Dewi Kolopaking dan Joko Soegiarto beserta paparan laporan OJK yang disimpannya kemudian dibakar. Setelah selesai membakar, Jhony mendokumentasikannya dan melaporkan langsung kepada Prasetijo.

"Setelah melihat foto yang tersimpan di ponsel Jhony Andrijanto, terdakwa mengatakan 'HP jangan digunakan lagi' sejak saat itu ponsel Samsung A70 warna putih maupun simcard-nya sudah tidak digunakan lagi dan disimpan di mobil," ungkap jaksa.

Dalam proses pembuatan surat-surat tersebut, Prasetijo meminta Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri Dodi Jaya untuk membuat surat jalan ke Pontianak untuk keperluan bisnis tambang. Namun, dalam surat jalan itu Prasetijo memerintahkan agar mencantumkan keperluan diganti menjadi monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya.

Prasetijo juga memerintahkan Dodi untuk merevisi surat jalan dengan mencoret kop surat "Markas Besar Kepolisian RI Bareskrim" menjadi "Bareskrim Polri Biro Korwas PPNS" dan pejabat yang menandatangani sebelumnya "Kepala Bareskrim Polri" Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dicoret dan diganti nama "Brigjen Pol Prasetijo Utomo" dan pada bagian tembusan dicoret.

In Picture: Sidang Perdana Kasus Surat Jalan Joko Tjandra

photo
Hakim ketua Muhammad Sirad memimpin sidang perdana kasus pemalsuan surat jalan terhadap terdakwa Joko Tjandra, Anita Kolopaking, dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo di Pengadilan Negeri Jakarta TImur, Selasa (13/10). Sidang perdana tersebut beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum yang digelar secara virtual. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

Surat itu dikeluarkan dengan tanggal 3 Juni 2020. Prasetijo kemudian membuat surat jalan dengan format serupa untuk identitas Anita Dewi Kolopaking.

Prasetijo selanjutnya memerintahkan Sri Rejeki Ivana Yuliawati untuk membuat surat keterangan pemeriksaan Covid-19 yang ditandatangani dr. Hambek Tanuhita untuk Prasetijo Utomo (anggota Polri), Jhony Andrijanto (anggota Polri), Anita Dewi A Kolopaking (konsultan) dan Joko Soegiarto (Konsultan) dengan seluruhnya beralamat di Jalan Trunojoko No 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Surat-surat itu diserahkan Prasetijo ke Anita pada 4 Juni 2020 yang selanjutnya dikirimkan Anita melalui Whatsapp ke Joko Tjandra. Namun, saat mengurus ke PT Transwisata Prima Aviation yang pesawatnya disewa Joko Tjandra, ternyata ada keterangan yang kurang yaitu tinggi badan, berat badan, tekanan darah dan golongan darah sehingga Anita kembali menemui Prasetijo pada 5 Juni 2020 maka dibuatlah surat rekomendasi kesehatan baru yang masih ditandatangani dr Hambek Tanuhita untuk empat orang tersebut.

Anita, Prasetijo Utomo dan Jhony Andrijanto lalu berangkat ke bandara Supadio Pontianak menggunakan pesawat King Air 350i milik PT Transwisata Prima Aviation untuk menjemput Joko Tjandra pada 6 Juni 2020. Pada 8 Juni 2020, Anita lalu menjemput Joko Tjandra untuk pergi ke kantor kelurahan Grogol Selatan untuk merekam KTP-el atas nama Joko Tjandra dan selanjutnya berangkat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK.

Masih pada hari yang sama, Anita, Prasetijo dan Jhony mengantarkan Joko Tjandra kembali ke Pontianak menggunakan pesawat sewaan yang sama, setelah itu Anita, Prasetijo dan Jhony langsung kembali ke Jakarta. Pada 16 Juni 2020, Joko menghubungi Anita dan menyampaikan akan datang ke Jakarta untuk membuat paspor, sehingga Anita pun kembali meminta Prasetijo untuk mengurus dokumen yang diperlukan yaitu surat jalan, surat rekomendasi kesehatan, dan surat pemeriksaan Covid-19.

Pada 20 Juni 2020, Joko Tjandra berangkat dari Pontianak menuju Jakarta menggunakan pesawat Lion Air dan proses check in dibantu anggota Polri, Jumardi. Selanjutnya pada 22 Juni 2020, Anita menyerahkan seluruh dokumen asli untuk pembuatan paspor dan setelah paspor selesai, Joko pulang ke Malaysia melalui Pontianak.

"Bahwa surat-surat yang dibakar tersebut dimaksudkan untuk menutupi, menghalangi atau mempersukar penyidikan atas pemalsuan surat yang dilakukan terdakwa sekaligus menghilangkan barang bukti bahwa terdakwa bersama Jhoni Andrijanto ikut menjemput Joko Tjandra yang merupakan buron agar bebas masuk ke wilayah Indonesia," ungkap jaksa Yeni.

Terdakwa Prasetijo Utomo menyangkal tudingan jaksa tentang peran pembuatan surat jalan, dan dokumen palsu untuk buronan terpidana Djoko Tjandra dapat masuk ke wilayah hukum Indonesia. Pengacara Petrus Balapateona menilai dakwaan kepada kliennya, membuktikan tudingan pembuatan surat jalan, dan dokumen palsu tersebut, sebetulnya tak mendefenisikan imitasi dalam penerbitan.

Petrus mengatakan, surat jalan, dan dokumen yang diterbitkan atas perintah Prasetijo untuk Djoko itu, tak palsu.

“Dalam dakwaan kan jelas, bahwa surat-surat itu, ada. Dan dibuat oleh Doddy Jaya (bawahan Prasetijo),” kata dia di Jakarta, Selasa (13/10).

Pun kata dia, surat rekomendasi kesehatan, dan bebas Covid-19 yang diterbitkan atas perintah kliennya untuk Djoko itu, ditandatangani resmi oleh dokter dari tim medis Mabes Polri.

“Jadi tidak ada yang palsu. Fakta dalam dakwaan itu sendiri, surat-surat tersebut, dibuat oleh Doddy Jaya, dan Ivana Yuliawati, dan ditandatangani oleh Dokter Hambek Tanuhita,” terang Petrus.

Itu mengapa, menurut Petrus, dakwaan JPU yang menebalkan sangkaan terhadap kliennya membuat surat palsu, dengan sendiri tak konsisten dengan fakta perbuatan. “Jadi kasus ini menarik, karena yang dituduhkan itu surat palsu, tetapi surat itu tidak palsu. Jadi kepalsuannya yang kita perdebatkan,” terang Petrus.

Pun kata dia, barang bukti berupa surat dan dokumen yang dikatakan palsu tersebut tak ada. Menurut penyidik, dan tim penuntutan, kata Petrus, bukti surat jalan, dan dokumen palsu untuk Djoko tersebut, dibakar. Akan tetapi kata Petrus, penyidik, maupun penuntutan semestinya memberikan barang-barang bukti akurat tentang itu.

“Saksi-saksi (terdakwa) Djoko Tjandra, dan Anita Dewi Kolopaking yang menggunakan surat-surat itu, juga menyatakan tidak pernah melihat surat-surat yang dikatakan palsu itu,” terang Petrus menambahkan.

Prasetijo, dan Djoko Tjandra, adalah dua dari tiga terdakwa terkait perkara surat jalan, dan dokumen palsu. Selain dua itu, satu terdakwa lainnya, yakni pengacara Anita Dewi Kolopaking. Ketiga terdakwa itu, dituduh JPU terlibat dalam penerbitan surat jalan, dan dokumen palsu, berupa rekomendasi kesehatan, dan bebas Covid-19 agar Djoko Tjandra saat buronan, bebas masuk ke Indonesia.

JPU Yeni Trimulyani, saat sidang pembacaan dakwaan di PN Jakarta Timur (Jaktim), Selasa (13/10) menebalkan sangkaan terhadap Djoko Tjandra, dengan tuduhan primer, Pasal 263 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana, dan subsider Pasal 263 ayat (2) jo Pasal 64 KUH Pidana.

Adapun terdakwa Prasetijo, yang juga menjalani sidang pendakwaannya, disangka dengan Pasal 263 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana, subsider Pasal 263 ayat (2) jo Pasal 64, Pasal 426 ayat (2) jo Pasal 64 KUH Pidana, dan sangkaan ketiga, Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Peran Anita pun didakwa dengan sangkaan primer Pasal 263 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana, dan subsider Pasal 263 ayat (2) jo Pasal 64 KUH Pidana, dan ketiga Pasal 223 jo Pasal 64 KUH Pidana.

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement