REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap mantan Direktur Keuangan (dirkeu) Jiwasraya Hary Prasetyo. Hary diputus bersalah telah melakukan korupsi dengan memperkaya diri bersama Benny Tjokro dkk senilai Rp 16,8 triliun.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Hary Prasetyo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer. menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan hukuman pidana penjara seumur hidup," kata Ketua Majelis Hakim Susanti saat membacakan amar putusan secara virtual di PN Tipikor Jakarta , Senin (12/10).
Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Sebelumnya, Jaksa menuntut Hary dihukum seumur hidup penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan.
Majelis Hakim menyatakan Hary terbukti bersalah melanggar Pasar 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 (1) ke 1 KUHP. Dalam membuat putusan, Majelis Hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal. Hal yang memberatkan dalam perbuatan Harry adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah untuk menghadirkan kondisi bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Perbuatan terdakwa terencana, terstruktur dan masif, dan berimplikasi pada timbulnya kesulitan ekonomi nasabah Asuransi Jiwasraya, perbuatan terdakwa menyebabkan kepercayaan masyarakat menurun terhadap perusahaan asuransi," kata Hakim Susanti.
Dalam putusan juga disebutkan ada tujuh perbuatan yang dilakukan oleh Hary bersama-sama dengan Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto. Pertama, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan melakukan kesepakatan dengan Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro, dan Joko Hartono Tirto dalam pengelolaan Investasi Saham dan Reksa Dana PT Asuransi Jiwasraya (AJS) yang tidak transparan dan tidak akuntabel.
Kedua, pengelolaan saham dan reksa dana itu dilakukan tanpa analisis yang didasarkan pada data objektif dan profesional dalam Nota Intern Kantor Pusat (NIKP), tetapi analisis hanya dibuat formalitas bersama. Ketiga, Hendrisman, Hary, dan Syahmirwan juga membeli saham BJBR, PPRO dan SMBR telah melampaui ketentuan yang diatur dalam pedoman investasi, yaitu maksimal sebesar 2,5 persen dari saham beredar.
Keempat, ketiga terdakwa melakukan transaksi pembeliaan dan/atau penjualan saham BJBR, PPRO, SMBR dan SMRU dengan tujuan mengintervensi harga yang akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional.
Kelima, ketiga terdakwa mengendalikan 13 manajer investasi dengan membentuk produk reksa dana khusus untuk PT AJS, agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksa dana PT AJS dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto.
Keenam, Henderisman, Hary dan Syahmirwan tetap menyetujui transaksi pembelian/penjualan instrumen keuangan underlying 21 produk reksadana yang dikelola 13 manajer itu merupakan pihak terafiliasi Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro. Walau pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional perusahaan.
Ketujuh, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan telah menerima uang, saham dan fasilitas dari Heru Hidayat, Benny Tjokrosatpuro melalui Joko Hartono Tirto terkait dengan kerja sama pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT AJS Tahun 2008 sampai dengan 2018.
Sejak 2008 sampai 2018 Hendrisman, Hary dan Syahmirwan telah menggunakan dana-dana hasil produk P. AJS berupa produk nonsaving plan, produk saving plan, maupun premi korporasi yang keseluruhan bernilai kurang lebih Rp91.105.314.846.726,70 di antaranya untuk melakukan investasi saham, Reksa Dana maupun Medium Term Note (MTN).
Antara 2008-2018 Hendrisman, Hary dan Syahmirwan sepakat untuk menyerahkan pengaturan pengelolaan investasi saham dan reksadana PT AJS kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto.
Pengelolaan dan pengaturan saham sepenuhnya diserahkan kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, sehingga manajer investasi yang dipilih tidak mengetahui secara pasti nama saham yang ditempatkan, kualitas dan jumlah saham yang ditempatkan ke dalam reksa dana.
Saham yang dibeli adalah saham IIKP, TRUB, BKDP, ENRG, BNBR, TRAM dan PLAS milik Heru Hidayat secara langsung melalui broker, yakni PT HD Capital dan PT Dhanawibawa Sekuritas yang ditunjuk oleh Joko Hartono Tirto melalui pasar negosiasi yang ditempatkan di Bank Mandiri (Bank Kustodian) atas nama PT AJS tanpa dilakukan kajian maupun analisis memadai dan profesional yang tertuang dalam NIKP.
Dalam pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT AJS periode 2008-2018 itu telah menimbulkan kerugian negara cq PT AJS sebesar Rpp16.807.283.375.000 sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam Rangka Perhitungan Kerugian Negara Atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi Pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Periode Tahun 2008-2018 BPK RI.