Jumat 09 Oct 2020 18:59 WIB

Warga Kawasan Teluk Gong Diminta tak Bolongi Tanggul

Masyarakat sekitar seringkali melubangi tanggul untuk keperluan pembuangan saluran ai

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah warga melawati genangan air banjir di Jalan Teluk Gong, Penjaringan, Jakarta Utara. (Ilustrasi)
Foto: Thoudy Badai_Republika
Sejumlah warga melawati genangan air banjir di Jalan Teluk Gong, Penjaringan, Jakarta Utara. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota Jakarta Utara (Pemkot Jakut) memprioritaskan penanganan banjir di kawasan Waduk Teluk Gong, Kelurahan Pejagalan, Penjaringan. Pemkot Jakut telah meninggikan 50 Sentimeter (cm) tempat duduk pompa.

Namun, salah satu permasalahan utama terletak pada banyaknya lubang tanggul di kawasan tersebut. Sebab, masyarakat sekitar seringkali melubangi tanggul untuk keperluan pembuangan saluran air.

"Kita sudah tindaklanjuti pada bolongan-bolongan, setelah kita tambal, beberpa bulan kemudian mereka membolongi kembali," kata Kepala Satuan Pelaksana Sudin SDA Kecamatan Penjaringan, Pendi saat dihubungi Jumat (9/10).

Pendi menyampaikan, lubang-lubang saluran air yang dibuat warga itu mengakibatkan tanggul bocor. Sehingga saat terjadi banjir rob maupun hujan lebat air masuk ke permukiman warga.

"Kalo rob tinggi itu pada bocor karena itu membolongi sendiri. Ketika rob tinggi mereka teriak-teriak mana-mana SDA," keluhnya.

Pendi menghimbau agar warga tak lagi membolongi tanggul tersebut. Pendi mengatakan, akan terus berkoordinasi dengan Lurah Pejagalan untuk melakukan pengawasan. Demikian, upaya pemerintah dalam menanggulangi banjir dapat berjalan dengan baik.

Sejauh ini, pendi menjelaskan, telah ada tiga pompa berkapasitas 1.000 meter kubik per detik di Waduk Teluk Gong. Pompa itu dipergunakan untuk mengalirkan air saat terjadi banjir maupun genagan air.

"Kalo untuk pendalaman bisa aja, tapi menang dasarnya kalo masih membolongi sama aja. Karena itu, kita akan melakukan penindakan secara terukur," jelasnya.

Wakil Wali Kota Jakut, Ali Maulana Hakim menyatakan, kawasan Teluk Gong, Kelurahan Pejagalan, Penjaringan menjadi salah satu prioritas Pemerintah Kota Jakarta Utara dalam penanggulangan banjir di musim penghujan. Beragam upaya dilakukan agar bencana banjir tidak terulang kembali seperti pada Januari 2020 lalu.

“Kawasan Teluk Gong salah satu atensi dan prioritas kami, yang mana pada Januari 2020 kemarin banjir di sana cukup tinggi dan durasi banjirnya cukup lama,” kata Ali dikonfirmasi.

Ali menjelaskan, telah melakukan sejumlah upaya penaggulangan banjir di kawasan tersebut. Yakni, peninggian 50 cm kedudukan tempat mesin di Waduk Teluk Gong, penambalan lubang tanggul Kali Angke, dan pembersihan dan perbaikan saluran air.

Dia mengatakan, banjir yang menggenangi kawasan tersebut pada Januari 2020 lalu lantaran mesin pompa air terendam. Oleh karena itu, telah mengantisipasi dengan meninggikan tempat pompoa.

"Kemudian, Lubang tanggul Kali Angke sedang proses penambalan. Bukan karena kekuatan tanggul yang lemah, tapi lubang ini dikarenakan warga membolongi tanggul untuk keperluan pembuangan air,” tutupnya.

Ali mengatakan, telah memulai penyusunan pedoman penanggulangan banjir. Ia mengatakan, masyarakat diminta untuk memberikan masukan hingga solusi dalam penanggulangan banjir di setiap wilayah.

Dia menyebut, penanggulangan banjir selama ini hanya berdasarkan pengalaman saja. Oleh karena itu, penggulangan banjir seharusnya tertuang dalam buku pedoman secara detail dan merinci.

Tak hanya bermanfaat dalam penanggulangan banjir dalam jangka waktu dekat, sambung Ali, pedoman penaggulangan banjir itu, dapat dimanfaatkan dalam jangka menengah dan panjang. "Oleh karena itu kita menginventarisir semua masalah dan solusi yang selama ini dilakukan. Semua ini akan kita buatkan pedoman, baik pedoman untuk tingkat RT/RW, kelurahan, walikota dan selanjutnya dilaporkan ke tingkat provinsi," ujarnya.

Ali menerangkan, penanggulangan banjir harus menyesuaikan karakteristik wilayah Jakarta Utara yang memiliki permasalahan banjir akibat hujan lokal, air kiriman dari hulu, dan rob (kenaikan muka air laut). Penyusunan pedoman itu pun terbagi menjadi tiga fase yakni fase pra (antisipasi), saat kejadian dan pasca banjir.

"Kita harus siaga (antisipasi), begitu pun saat kejadian harus tanggap, yang dalam artian secepat mungkin respon time (waktu tanggap) diminimalisir. Galang, berkolaborasi mengajak semua kekuatan potensi yang ada di wilayah bersama-sama aktif-partisipasi dalam penanggulangan bencana banjir." ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement