REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengomentari adanya Surat Telegram Kapolri yang memerintahkan jajaran kepolisian untuk secara tegas tidak memberikan izin unjuk rasa dan kegiatan yang menimbulkan keramaian massa. Menurut Azis, apa yang diperintahkan Kapolri di dalam Surat Telegram tersebut telah sesuai aturan.
"Ya maklumat Polri kan sudah keluar, tentu sesuai mekanisme, sesuai aturan," kata Azis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/10).
Surat Telegram Kapolri yang melarang massa buruh untuk berunjuk rasa dinilai sejumlah pihak lantaran bertentangan dengan undang-undang. Sebab dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, penyampaian aspirasi atau demonstrasi tidak dilarang.
Namun, politikus Partai Golkar itu mempersilakan masyarakat untuk menyampaikan gugatan sesuai mekanisme yang berlaku jika ada pihak yang tidak puas dengan aturan tersebut. "Kalau ada yang protes atau nggak protes, ada mekanismenya, silakan. DPR kan nanti biar pimpinan komisi III untuk menilai, tapi kan sudah ada rapat di komisi III, nggak ada problem," ujarnya.
Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menerbitkan Surat Telegram Kapolri berisi arahan kepada jajaran untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa dan mogok kerja oleh buruh pada 6-8 Oktober 2020 terkait penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Telegram bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 per tanggal 2 Oktober 2020 itu dibenarkan oleh Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Argo Yuwono.
Argo mengatakan di tengah situasi pandemi seperti ini, kegiatan yang menimbulkan keramaian massa sangat berpotensi menimbulkan klaster baru penyebaran Covid-19. "Sehingga, Polri tidak memberikan izin aksi demonstrasi atau kegiatan lainnya yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran Covid-19. Ini juga sejalan dengan Maklumat Kapolri. Kami minta masyarakat untuk mematuhinya," ujar Argo.