REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf mengusulkan adanya batasan hukuman penjara minimal bagi pelaku kasus korupsi. Asep optimis, cara itu cenderung lebih baik untuk menimbulkan efek takut berbuat korupsi.
Asep menyayangkan, masih ada koruptor yang diganjar hukuman penjara amat singkat selama setahun. Putusan ini, tentu tak bisa memenuhi naluri keadilan di masyarakat. Sebab koruptor menggrogoti dana yang mestinya digunakan menyejahterakan rakyat.
"Kepada koruptor diminimalkan hukumannya berapa tahun gitu, taruhlah empat tahun. Jadi enggak ada yang ringan banget cuma setahun," kata Asep pada Republika, akhir pekan.
Asep optimis, batasan hukuman penjara setidaknya membuat calon koruptor berpikir dua kali sebelum bertindak nakal. "Kalau masuk pengadilan bayangan hukuman misalnya 4 tahun minimal sudah di depan mata, yang lepas dari jerat hukum itu yang enggak terbukti benar-benar," lanjut Asep.
Selain itu, Asep meminta, remisi tidak diberlakukan pada koruptor. Asep mengkritisi, napi koruptor yang biasa mengalami pemangkasan hukuman setiap kali momen remisi. Bahkan, remisi yang didapat tiap tahun bisa lebih dari sekali.
"Jangan ada remisi, tapi ini ditentang karena tidak manusiawi, dianggap haknya sama dengan kejahatan lain. Padahal, pengurangan hukuman ini sangat hebat, tiap momen selalu dapat potongan," ujar Asep.
Diketahui, MA telah mengabulkan permohonan PK terpidana korupsi dan mengurangi masa hukuman mereka. Setidaknya ada 24 koruptor yang mendapat pengurangan hukuman berkat pemangkasan di tingkat PK.