REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar
Munculnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) membawa potensi kekuatan baru dalam dinamika politik Indonesia. Namun, menjadi partai politik (parpol) dinilai bukan opsi yang tepat bagi gerakan yang dimotori Din Syamsuddin cs itu.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, potensi politis KAMI cukup kuat, terlebih tema gagasannya seringkali kontra pemerintah. Di samping itu, tokoh-tokoh yang mengemuka juga cenderung kental nuansa kepentingan.
"Tetapi menjadi parpol baru agaknya tidak cukup baik bagi KAMI, selain karena tema gerakannya yang terbatas, juga karena seluruh ideologi politik sudah dimiliki semua parpol yang ada," ujar Dedi pada Republika.co.id, Jumat (2/10).
Maka itu, Dedi mengatakan, akan lebih baik jika mengarahkan potensi gerakan ke parpol yang sudah ada. Jika dihitung kalkulasi politik, Dedi menilai cukup kecil bagi KAMI untuk bisa bertahan dalam kancah perpolitikan.
"Tren politik yang hanya fokus pada tema khusus semacam KAMI ini sulit berkembang di Indonesia, terlebih karena publik juga sudah mulai lelah dengan propaganda politik yang semakin tidak terkendali," ujarnya.
Kendati demikian, diakui Dedi, KAMI dilengkapi oleh tokoh tokoh yang cukup berpengaruh, sebut saja Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Refly Harun, Rocky Gerung dan berbagai tokoh lainnya. Ketokohan di balik KAMI, kata dia, punya daya pengaruh terhadap publik cukup besar, dan berpotensi membangun persepsi kritis pada pemerintah.
Komite Hukum dan HAM KAMI Refly Harun mengatakan, perjuangan KAMI berada pada tataran nilai, bukan mesin politik. Ia mengatakan, KAMI adalah gerakan moral, karena yang dijual adalah rasionalitas sehingga banyak dukungan sukarela mengalir.
"Karena mereka yang biasanya kritis dan kecewa dengan pemerintahan, akan mudah bergabung dengan kami karena punya kesamaan ide. Kan gak mungkin memilih parpol karena parpol sudah ke sisi pemerintah semua," ujar Refly.
Sejauh ini, menurut Refly, tak ada arah bahwa KAMI akan menjadi Parpol. KAMI lebih memilih menyampaikan gagasan dan kritik di ruang publik. Namun, kata dia, tidak ada salahnya bila kemudian KAMI suatu saat menjadi mesin politik.
"Kan konstitusional saja. Kan tidak melakukan pemberontakan, kan tidak ada bedanya dengan dulu kan ada yang namanya ormas Nasdem, kan lebih solid lagi atau partai-partai politik lain yang baru berdiri," ujar Refly saat dihubungi.
Deklarator dan Presidium KAMI Din Syamsuddin juga meminta Kepala Staf Presiden Moeldoko tak asal lempar tuduhan pada gerakan KAMI. Pernyataan Din ini menanggapi pernyataan Moeldoko sebelumnya yang mengatakan akan mengambil tindakan bila KAMI memaksakan kepentingan, memecah belah dan mengganggu stabilitas.
"Izinkan KAMI mewasiatkan kepada Bapak KSP Moeldoko dan para staf di Istana untuk tidak mudah melempar tuduhan kepada KAMI," kata Din, Jumat (2/10).
Din mempertanyakan, mengapa sampai muncul tuduhan KAMI dianggap memecah belah rakyat. Padahal, kata Din, ada kelompok-kelompok penolak KAMI, yang patut diduga direkayasa bahkah didanai pihak tertentu yang justru memecahbelah rakyat.
Din kemudian mempertanyakan apakah kritik dan koreksi KAMI menciptakan instabilitas. Ia pun mempertanyakan, bukankah justru kebijakan Pemerintah yang tidak bijak, anti kritik, dan tidak mau mendengar aspriasi rakyat memiliki andil dalam menciptakan instabilitas itu.
Din juga mempertanyakan apakah KAMI yang keluar dari batas karena memaklumatkan penyelamatan bangsa dan negara. Ia mengatakan, apakah Pemerintah tidak melampaui batas dengan menumpuk utang negara yang jadi beban generasi penerus, membentuk bersama DPR undang-undang yang merugikan rakyat, dan mengabaikan rakyat berjuang mempertahankan diri dari wabah dengan harus membiyai sendiri tes kesehatan.
"KAMI mengingatkan Bapak KSP Moeldoko dan jajaran kekuasaan untuk tidak perlu melempar "ancaman" kepada rakyat," ujar Din menegaskan.
Sebelumnya, Kepala Staf Presiden Moeldoko buka suara terkait hadirnya Koalisi Aksi Menyelematkan Inonesia (KAMI) yang diinisasi sejumlah tokoh nasional. Menurutnya, KAMI tak lebih dari sekumpulan kepentingan. Ia pun tak mempermasalahkan keberadaan kelompok tersebut.
"Silakan saja, tidak ada yang melarang. Kalau gagasannya bagus, kita ambil. Tetapi kalau arahnya memaksakan kepentingan, akan ada perhitungannya," ujar Moeldoko di kantornya, Kamis (1/10).
Moeldoko memandang wajar bila muncul KAMI atau kelompok lain di tengah situasi politik saat ini. Baginya, dinamika politik memang selalu bekembang. Pemerintah pun menegaskan tidak akan menyikapinya secara berlebihan, sepanjang apa yang disampaikan masih gagasan-gagasan.
"Setelah ada KAMI, nanti ada KAMU, terus ada apalagi, kan? Sepanjang gagasan itu hanya bagian dari demokrasi, silakan. Tapi jangan coba-coba mengganggu stabilitas politik. Kalau bentuknya sudah mengganggu stabilitas politik, semua ada resikonya. Negara punya kalkulasi dalam menempatkan demokrasi dan stabilitas," ujar Moeldoko.
Partai Ummat
Gebrakan di dunia politik bukan hanya datang dari KAMI. Kemarin, politikus senior Amien Rais resmi mendeklarasikan Partai Ummat. Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menjelaskan kans Partai Ummat untuk menggerus basis suara pemilih Partai Amanat Nasional (PAN) dinilai sulit jika masih memakai nama Partai Ummat untuk partai barunya.
"Saya pikir kalau kemarin (memakai nama) PAN Reformasi justru agak menganggu, bisa menggerus PAN-nya, tapi kalau Partai Ummat saya pikir agak jauh konteksnya mungkin tidak banyak juga nanti dari PAN yang bergabung ke Partai Ummat ini," kata Pangi kepada Republika, Jumat (2/10).
Menurutnya jika Amien tetap menggunakan nama PAN Reformasi sebagaimana dirinya pernah menyampaikan di awal-awal keinginanya membentuk partai, ada kemungkinan pemilih PAN akan pindah ke lain hati. Cara tersebut dinilai pernah dibuktikan ketika Megawati Soekarnoputri menambahkan kata 'Perjuangan' di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sehingga menjadi PDI Perjuangan (PDIP).
"Ketika dulu pernah ada partai PDI kemudian lahir PDIP, itu kan cukup mengganggu dan cukup menggerus elektabilitas partai lama, akhirnya partai baru yang pakai perjuangan lah yang sampai sekarang menjadi pemenang," ujarnya.
Kendati demikian menurutnya butuh waktu apakah dengan resminya Amien mendeklarasikan partai barunya tersebut akan mampu menggaet simpatisannya di PAN untuk diboyong ke Partai Ummat. Atau sebaliknya justru tidak ada sama sekali yang berminat ke partai baru besutan Amien tersebut.
"Nanti kita lihat saja perkembangannya. Ketokohan Pak Amien apakah masih mempesona, apakah masih menjadi daya magnet elektoral, apakah ketokohan Amien Rais masih moncer, apakah ketokohan Pak Amien Rais masih bisa mempengaruhi Partai Ummat ini sehingga mendapat dukungan dari pemilih atau masyarakat indonesia," ungkapnya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, mengaku tidak rela melihat Amien Rais hengkang dari partainya. Terlebih lagi, Amien merupakan sosok yang sangat berperan terhadap berdirinya partai berlambang matahari itu.
“Sosoknya selain pendiri, pernah jadi ketua umum, dan beliau jadi panutan, seluruh kader hormat ini tentu sesuatu yang perlu dicermati di pahami dan dimengerti," ujar Guspardi lewat keterangan tertulisnya.
Menurutnya, istilah PAN adalah Amien dan Amien adalah PAN tak bisa lepas begitu saja. “Berharap beliau itu kan pendiri partai, tidak ada satupun kader yang tidak menghormati beliau. Oleh karena itu harapan saya, mari kita bersama-sama Pak Amien beserta seluruh kader yang kebetulan tidak sama dengan Pak Zul, ayo melangkah," ujar Guspardi.
Meski begitu, ia menghormati segala keputusan Amien untuk keluar dari PAN dan membentuk Partai Ummat. Itu merupakan hak politik seorang warga negara yang termaktub dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
“Kita tetap akan sangat menghormati, karena Pak Amien adalah panutan para kader dan sangat berjasa membesarkan partai. Dan kalau pilihan Pak Amien tetap akan mendirikan partai kita juga tidak bisa menghalangi dan melarangnya," ujar anggota Komisi II DPR itu.