Rabu 30 Sep 2020 03:27 WIB

JAM Pidsus Harap Sidang Pinangki Ungkap Inisial DK dan IF

Beban pengungkapan inisial pihak terkait perkara kini menjadi beban jaksa penuntut.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) masih buntu terkait aktor lain dalam skandal terpidana Djoko Sugiarto Tjandra. JAM Pidsus Ali Mukartono mengakui, tim penyidikannya belum mengetahui nama asli dari inisial DK, dan IF yang ada dalam action plan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) ajuan terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari, dan tersangka Andi Irfan Jaya untuk membebaskan terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut.

Ali berharap, dalam persidangan Pinangki yang sudah berjalan, inisial-inisial tersebut dapat terungkap siapa orangnya.

Baca Juga

“Mudah-mudahan yang bersangkutan (Pinangki) mengungkapkan itu di persidangan,” terang Ali, saat dicegat di Gedung Pidsus, Kejakgung, Jakarta, pada Selasa (29/9) malam.

Karena menurut dia, beban pengungkapan inisial-inisial tersebut, bukan lagi jadi bahan tim penyidikannya di JAM Pidsus. Melainkan juga, kata Ali, akan menjadi bahan pertanyaan dari jaksa penuntutan, dan hakim persidangan, pun pengacara.

“Di sini (penyidikan JAM Pidsus), masih berporses. Dan di pengadilan, juga nanti akan berproses seperti apa dapatnya (pengakuannya). Kita menunggu saja,” terang Ali.

Ali menambahkan, prioritas persidangan, tak cuma menyoal inisial-inisial tersebut. Paling penting, kata dia, pembuktian fakta terkait penerimaan suap, gratifikasi, pun permufakatan jahat untuk membebaskan Djoko Tjandra.

Adanya fakta-fakta lain di persidangan, menurut Ali memang menjadi tambahan baru bagi penyelidikan, dan penyidikan lanjutan. Apalagi, menurut dia, tim penyidiknya, saat ini, masih terus merampungkan pemberkasan perkara terkait tersangka Djoko Tjandra, pun Andi Irfan. Kata Ali, terkait dua tersangka tersebut, tentunya bertalian dengan proses, dan pengungkapan fakta di persidangan Pinangki.

“Semua pasti serba terbuka di persidangan,” terang Ali.

Dalam action plan Pinangki, dan Andi Irfan yang diajukan kepada Djoko Tjandra, disebutkan adanya inisial DK, dan IF. Inisial tersebut, merupakan beberapa pihak yang bertanggung jawab terkait jalannya sejumlah tahapan dalam realisasi pengaturan fatwa MA untuk Djoko Tjandra. Selain inisial-inisial tersebut, dalam action plan, juga menyebutkan gamblang adanya BR dan HA.

Dua inisial tersebut, diakui sebagai Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan mantan Ketua MA 2012-2020 Hatta Ali. Jaksa Agung Burhanuddin, mengakui namanya memang ada dalam action plan ajuan Pinangki dan Andi Irfan itu. Akan tetapi, ia menolak adanya keterlibatan perannya dalam upaya penerbitan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra.

Begitu juga Hatta Ali yang dalam rilis resmi kepada Republika, Rabu (23/9) menegaskan diri tak tahu-menahu terkait fatwa bebas untuk Djoko Tjandra. Bahkan, Hatta Ali, pun menegaskan dirinya tak pernah kenal Pinangki, pun Andi Irfan.

Pinangki, didakwa menerima suap 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) dari Djoko Tjandra. Uang tersebut, diberikan lewat perantara politikus Nasdem, Andi Irfan pada November 2019. Pemberian itu, separuh dari nilai 1 juta dolar (Rp 15 miliar), dari janji Djoko kepada Pinangki dan Andi Irfan. Pemberian tersebut, merupakan panjar dari upaya Pinangki dan Andi Irfan mencari jalan pembebasan Djoko Tjandra lewat penerbitan fatwa bebas dari MA.

Pinangki dan Andi Irfan, membuat skema penerbitan fatwa MA tersebut, dengan menawarkan proposal berjudul Action Plan Case JC. Proposal tersebut, disetujui antara Pinangki, Andi Irfan, dan Djoko Tjandra senilai 10 juta dolar atau setara Rp 150 miliar. Nilai tersebut, dikatakan dalam dakwaan Pinangki, sebagai uang yang disiapkan untuk pejabat Kejaksaan Agung (Kejakgung), dan MA untuk penerbitan fatwa bebas MA tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement