REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN--Peneliti UGM mengembangkan sistem peringatan dini gempa bumi yang sistemnya, bahkan disebut mampu memberi peringatan 1-3 hari sebelum terjadi. Sejauh ini, sistem itu memiliki daerah prediksi Sabang-Nusa Tenggara Timur.
Ketua Tim Riset Laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Prof. Sunarno mengatakan, EWS gempa algoritma yang mereka kembangkan, prediksi mampu dilakukan 1-3 hari sebelum gempa. "Jika gempa besar di atas enam skala richter, sekitar dua pekan sebelumnya alat ini sudah mulai memberi peringatan," kata Sunarno, Ahad (27/9).
Ia menjelaskan, sistem peringatan dini gempa bumi yang dikembangkannya bersama tim bekerja berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah. Yang mana, merupakan anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi.
Sunarno menerangkan, bila akan terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Demikian juga permukaan air tanah yang akan naik atau turun signifikan.
"Dua informasi ini dideteksi oleh alat EWS dan akan segera mengirim informasi ke ponsel saya dan tim. Selama ini informasi sudah bisa didapat 2 atau 3 hari sebelum terjadi gempa di antara Aceh hingga NTT," ujar Sunarno.
Sistem yang dikembangan terdiri dari EWS yang tersusun dari komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, sumber daya listrik, pengendali, penyimpan data. Alat memanfaatkan teknologi IoT.
Ia menuturkan, pada 2018 bersama tim penelitinya telah mengamati konsentrasi gas radon dan level air tanah sebelum terjadinya gempa bumi. Pengamatan itu dikembangkan, dirumuskan ke algoritma prediksi sistem peringatan dini gempa.
Sistem mampu memprediksi gempa bumi di barat Bengkulu 28 Agustus 2020, barat daya Banten 26 Agustus, barat daya Bengkulu 29 Agustus, barat daya Sinabang Aceh 1 September, barat daya Pacitan 10 September, dan tenggara Naganraya Aceh 14 September 2020.
Sunarno mengungkapkan, sistem peringatan dini gempa ini telah digunakan untuk memprediksi gempa. Ada lima stasiun pantau atau EWS yang tersebar di DIY, dan dalam setiap lima detik mengirimkan data ke server melalui IoT. "Lima stasiun EWS ini masih di sekitar DIY. Jika seandainya terpasang di antara Aceh hingga NTT kita dapat memperkirakan secara lebih baik, yakni dapat memprediksi lokasi lebih tepat atau lebih fokus," kata Sunarno.
Sistem deteksi itu dikembangkan sebagai mekanisme membentuk kesiapsiagaan masyarakat, aparat dan akademisi untuk mengurangi resiko bencana. Sebab, posisi Indonesia di tiga lempeng tektonik dunia membuatya rentan gempa.
Sunarno menambahkan, sistem peringatan dini ini akan dikembangkan sampai bisa memprediksi waktu terjadinya gempa, koordinat episentrum dan magnitudo gempa secara tepat. Ia berharap, alat bisa membantu evakuasi penduduk lebih cepat."Juga bisa jadi rekomendasi sistem instrumentasi untuk peringatan dini gempa bumi dan memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai prediksi gempa bumi, sehingga selalu siap dan waspada terhadap bencana gempa bumi," ujar Sunarno.