Jumat 25 Sep 2020 10:03 WIB

Tajuk: Pilkada Lanjut, Bersiaplah Hadapi yang Terburuk

Mengapa pemerintah seolah menutup telinga? Apakah kurang jelas situasi pagebluk?

Petugas medis membawa jenazah pasien COVID-19 saat proses pemakaman di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Alue Tampak, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Ahad (6/9/2020). Data gugus tugas penanganan COVID-19 Kabupaten setempat menyatakan hingga saat ini kasus positif COVID-19 mencapai 34 orang, 23 orang diantaranya masih dalam perawatan, delapan orang sembuh dan tiga orang meninggal dunia.
Foto:

Dalam situasi pagebluk seperti ini, dengan tren kasus yang terus meningkat, sudah semestinya pemerintah memosisikan UU Karantina Kesehatan sebagai acuan utama. Bukan undangundang politik. Lalu, bagaimana solusinya?

Sudah di depan mata: Kalau pemerintah berpikir jernih dan mengedepankan kesehatan publik, opsi penundaan pilkada ha rus diambil. Jalan tengahnya mungkin seperti yang dianjurkan sejumlah pihak meski tidak dianjurkan kelompok kesehatan, yakni menyelenggarakan pilkada secara terbatas, di daerah yang masuk zona hijau.

Masalahnya, opsi ini pun tidak menutup kemungkinan akan terjadi klaster Covid pilkada di berbagai daerah. Bukan karena soal kampanye. Kampanye adalah hal yang bisa diatur lebih lanjut. Melainkan, ketika publik memilih.

photo
Petugas penggali makam jenazah COVID-19 menurunkan peti ke dalam liang lahat di komplek pemakaman Pondok Ranggon. - (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

Mekanisme dan instrumen yang dimiliki saat ini, tidak bisa menjamin tidak adanya kerumunan saat hari-H memilih. Belum lagi kita harus memikirkan pada Desember, diprediksi, ada 7.000 kasus per hari.

Dan satu hal lagi, akhir pekan lalu, Menteri Koordinasi Kemaritiman dan Energi, Luhut B Pandjaitan mengatakan, ada skenario vaksinasi massal pada Desember. Meski begitu, tidak ada jaminan apa pun vaksin benar-benar tersedia pada tahun ini. Artinya, akan ada dua peristiwa yang berpotensi memicu kerumunan massa besar dalam satu bulan.

Dengan argumen-argumen di atas, jelas sudah seharusnya apa yang mesti pemerintah lakukan. Kita juga perlu menggugah para kandidat calon kepala daerah. Yang jumlahnya ratusan dan sebagian sempat terjangkit Covid-19. Bila mereka dengan mudah bisa terkena, dan para menteri, bagaimana dengan rakyat di akar rumput yang mereka jadikan lumbung suara?

Ironis tentu. Karena dalam kampanye nanti, bila tetap dilakukan, para kandidat akan saling mengaku paling mengerti dan memahami rakyat. Namun, para kandidat inilah yang mengirim rakyat pemilih mereka berhadapan paling depan dengan Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement