Rabu 16 Sep 2020 16:40 WIB

Efektivitas PSBM Tergantung Kepemimpinan Tokoh Warga

Pembatasan sosial di tingkat mikro dapat lebih efektif menekan laju penularan covid.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Informasi penutupan sementara terpasang di pintu masuk Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (15/9). Pemprov DKI Jakarta menutup kembali seluruh taman kota di Jakarta,termasuk 16 taman yang sebelumnya dibuka saat PSBB transisi. Hal ini seiring dengan pemberlakuan kembali PSBB di Jakarta untuk menekan angka penularan Covid-19.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika
Informasi penutupan sementara terpasang di pintu masuk Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (15/9). Pemprov DKI Jakarta menutup kembali seluruh taman kota di Jakarta,termasuk 16 taman yang sebelumnya dibuka saat PSBB transisi. Hal ini seiring dengan pemberlakuan kembali PSBB di Jakarta untuk menekan angka penularan Covid-19.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) mulai digalakkan dengan mengandalkan tokoh-tokoh warga, seperti Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai, penerapan hal tersebut memiliki tantangan tersendiri.

"Pengawasan protokol mikro tergantung pada kapasitas dan leadership dari ketua atau tokoh RT dan RW," ujar Trubus saat dihubungi Republika, Rabu (16/9).

Masalahnya, kata Trubus, jabatan RT dan RW di DKI Jakarta misalnya, merupakan buah pilihan oleh masyarakat. Karenanya, dikhawatirkan apabila pejabat RT maupun RW tak memiliki rasa tanggung jawab dan kecakapan dalam menggerakkan warga menerapkan protokol kesehatan.

"Persoalannya ketika dia diminta sebagai pengawas atau kontrol, mampu nggak dia menggerakkan warga untuk menggerakkan protokol kesehatan," ujar dia.

Di samping itu, pejabat RT dan RW acap kali memiliki kesibukan tersendiri, misalnya karena harus bekerja. Dikhawatirkan, beban para petugas RT dan RW itu semakin berat dan tak mampu melakukan pengawasan sekaligus kontrol penerapan protokol kesehatan bagi warga-warganya.

"Kalau seandainya RT dan RW punya pekerjaan utama, memang tergantung dengan leadership. Harus bisa membuat tim untuk melakukan hal teknis di lapangan," ujarnya.

Trubus mengatakan, bila tantangan tersebut dapat dihadapi, maka penerapan pembatasan sosial di tingkat mikro dapat lebih efektif menekan laju penularan Covid-19.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono memandang Pembatasan Sosial Berskala Komunitas (PSBK) cenderung lebih efektif ketimbang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Konsep PSBK sudah pernah digulirkan dokter Pandu beberapa waktu lalu namun baru-baru ini Presiden Joko Widodo menggaungkan istilah serupa dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM).

Contoh PSBM atau PSBK mirip seperti yang dijalankan di Jawa Barat. PSBK dipandang dokter Pandu lebih efektif karena kekuatan ikatan antar masyarakat lebih kuat.

"Dulu saya konsepkan pembatasan sosial berskala komunitas karena lebih sustain. Komunitas tidak harus RT, RW tapi bisa di tempat kerja, pabrik, pecinta sepeda. Gunanya supaya saling mendidik dan menjaga satu sama lain di dalam komunitasnya," kata Pandu pada Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement