Selasa 15 Sep 2020 05:35 WIB

Berkas Lengkap, Jaksa Pinangki Segera Disidang

"Dalam satu atau dua hari inilah (dilimpahkan ke persidangan)," kata Febrie.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020). Kejaksaan Agung dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Polri memeriksa Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020). Kejaksaan Agung dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Polri memeriksa Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari bakal segera diajukan ke persidangan. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, berkas kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang dari terpidana Djoko Tjandra tersebut, sudah lengkap dan dinyatakan P-21.

“Kita (penyidik) berharap, agar mungkin secepatnya juga kita dorong untuk segera ke pengadilan. Dalam satu atau dua hari inilah (dilimpahkan ke persidangan). Karena, sudah P-21,” kata Febrie saat dicegat di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jakarta, pada Senin (14/9).

Baca Juga

Febrie menerangkan, sejumlah pasal dari penyidikan yang disorongkan ke penuntutan dan tetap harus melekat. Terutama, kata Febrie, yang menyangkut terkait permufakatan untuk melakukan tindak pidana korupsi, dalam Pasal 15 UU Tipikor, dan sejumlah pasal dalam pencucian uang (TPPU).

“Nanti, biar dari penuntutan lah yang menjelaskan pasalnya apa saja. Yang pasti, Pasal 15 itu tetap, dan TPPU,” kata Febrie menerangkan.

Sementara penerapan Pasal 6 UU Tipikor, terkait dengan penyuapan terhadap hakim yang semula direncanakan bakal diterapkan, kata Febrie tak jadi digunakan untuk menjerat Pinangki. “Pasal 6, enggak jadi,” terang Febrie.

Namun Febrie mengatakan, penggunaan pasal penyuapan terhadap hakim, masih terbuka untuk menjerat tersangka Andi Irfan.

Ditemui terpisah, Kasubdit Penuntutan JAM Pidsus Bimo Suprayoga menerangkan, timnya memang sudah menerima berkas penyidikan tersangka Pinangki.

“Iya, sudah kita terima. Tetapi, masih kita pelajari sebelum kita limpahkan ke pengadilan,” kata dia Bimo di Gedung Pidsus, Senin (14/9) malam.

Bimo, mengatakan tak mau berspekulasi kapan rencana timnya bakal mendafatrakan kasus tersebut ke pengadilan. “Kita masih siapkan dulu. Nanti kalau sudah siap, pasti kita umumkan,” terang dia.

Terkait dengan penggunaan pasal untuk menjerat tersangka Pinangki, Bimo pun mengaku tak hafal. Akan tetapi, kata dia, jika mengacu penyidikan, penerapan pasal saat ditetapkan tersangka, tak bakal jauh beda dari yang akan digunakan saat pendakwaan di persidangan.

“Sama sepertinya seperti yang pernah disampaikan,” kata dia.

Jika mengacu saat penetapan tersangka, penyidik menjerat Pinangki dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11 atau Pasal 12 a atau b, dan Pasal 15, serta tambahan TPPU. Dalam penyidikan di JAM Pidsus, tersangka jaksa Pinangki dituduh menerima uang 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,5 miliar dari terpidana Djoko Tjandra.

Uang tersebut, diberikan lewat perantara tersangka Andi Irfan. Diduga, uang tersebut sebagai panjar pengurusan fatwa Mahamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra.

Djoko Tjandra, adalah terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali 1999. Dalam kasus tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 904 miliar.

Pada 2009, MA pernah memvonisnya bersalah dan menghukumnya selama dua tahun penjara. Tetapi, Djoko Tjandra berhasil kabur sehari sebelum vonis dibacakan.

Kejakgung, tak dapat mengeksekusi putusan MA tersebut. Sebelas tahun buronan, pada 30 Juli 2020, Djoko Tjandra, berhasil ditangkap.

photo
Djoko Tjandra - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement