Jumat 11 Sep 2020 22:10 WIB

Berpotensi Langgar HAM, Pilkada 2020 Sebaiknya Ditunda

Sejumlah hak terancam dilanggar jika pilkada serentak tetap dilangsungkan.

Rep: Arif Satrio Nugroho / Red: Ratna Puspita
Komisioner Komnas HAM Amiruddin (kiri)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Komisioner Komnas HAM Amiruddin (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (HAM) meminta pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 ditunda. Permintaan penundaan lantaran pandemi Covid-19 di Indonesia belum usai.

Komisioner Komnas HAM Amiruddin mengatakan, penundaan tahapan pilkada memiliki landasan yuridis yang kuat dengan belum terkendalinya penyebaran Covid-19. Ia khawatir pelaksanaan tahap berikutnya justru membuat penyebaran Covid-19 makin tidak terkendali.

Baca Juga

"Dari segi hak asasi manusia, hal ini berpotensi terlanggarnya hak-hak," kata Amiruddin melalui keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (11/9).

Amiruddin yang juga Tim Pemantau Komnas HAM itu memaparkan sejumlah hak yang terancam dilanggar jika pilkada serentak tetap dilangsungkan. Pertama, Hak untuk hidup (right to life). 

Menurut Komnas HAM, apabila tetap dilaksanakan, pilkada akan menjadi ancaman terhadap hak asasi manusia lain yang bersifat absolut, yakni terutama hak untuk hidup. Sebab, hak untuk hidup ini merupakan bagian dari hak yang tidak dapat dicabut (nonderogable right).

Selain itu, hak untuk hidup dijamin dalam Pasal 28A UUD 1945, Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik juga menegaskan keabsolutannya untuk tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, termasuk kondisi darurat.

Kedua, lanjut Amir, hak atas kesehatan juga terancam. Kesehatan adalah salah satu hak fundamental yang juga memengaruhi kualitas kehidupan dan perkembangan peradaban sebuah bangsa. 

Dengan demikian, Komnas menilai tidak dapat bila diremehkan perlindungan dan pemenuhannya. Pengaturan jaminan hak atas kesehatan ditetapkan dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 12 ayat (1) Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (diratifikasi dengan UU No. 11 Tahun 2005) dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

"Secara umum regulasi tersebut mengamanatkan kepada Negara melalui pemerintah untuk mengakui dan menjamin hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai dalam hal kesehatan fisik dan mental," ujar Amiruddin.

Ketiga, Komnas HAM menilai Pilkada 2020 dapat melanggar hak atas rasa aman yang menekankan kewajiban kepada pemerintah untuk memberikan jaminan atas perlindungan diri, kehormatan, martabat dan hak miliknya, serta perlindungan dariancaman terhadap ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Kewajiban tersebut tertuang dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, Pasal 29 dan Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Amiruddin mengatakan, penundaan ini juga seiring dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh UN tentang policy brief on election COVID-19. Kebijakan itu menyatakan bahwa pemilu yang dilakukan secara periodik bebas dan adil tetap menjadi suatu hal yang penting, tetapi harus lebih memperhatikan kesehatan dan keamanan publik (human security) dengan menimbang pada keadaan darurat yang terjadi saat ini.

Karena itu, Komnas HAM merekomendasi kepada KPU, pemerintah, dan DPR untuk melakukan penundaan pelaksanaan tahapan pilkada lanjutan sampai situasi kondisi penyebaran Covid-19 berakhir atau minimal mampu dikendalikan berdasarkan data epidemologi yang dipercaya. "Seluruh proses yang telah berjalan tetap dinyatakan sah dan berlaku untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi para peserta pilkada," kata Amiruddin menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement