REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta, Judistira Hermawan menilai penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara total kurang tepat untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 di Jakarta. Judistira juga menilai, pengawasan protokol kesehatan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta masih lemah.
"Penerapan PSBB Total, kami nilai bukan langkah yang tepat untuk mengendalikan penyebaran Covid-19," ucap Judistira saat dihubungi di Jakarta, Kamis (10/9).
Menurut Judistira, pengendalian Covid-19 di Ibu Kota harus dibarengi dengan semangat produktif namun masyarakat tetap aman dari Covid-19. Selama ini, menurut Judistira, banyak hal yang tidak konsisten utamanya dalam hal pengawasan protokol kesehatan dari Pemprov DKI di masa PSBB transisi.
Salah satu contohnya, kata dia, bagaimana penanganan dan perhatian terhadap warga yang diketahui terpapar dari hasil uji usap (swab test), apakah ada pengawasan oleh Pemprov DKI selama isolasi mandiri di rumah, kemudian, apakah diperhatikan kebutuhan dasarnya selama mereka isolasi mandiri. "Saya temukan tidak ada pengawasan itu maupun perhatian dari pemerintah, ini yang akhirnya menciptakan klaster-klaster baru penyebaran Covid-19 semakin tinggi," katanya.
Judistira mengaku, banyak masukan dari pihaknya sudah banyak disampaikan kepada Pemprov DKI, tapi hal itu seakan tidak didengar, misalnya perihal ganjil genap yang diberlakukan, ternyata pasien di Wisma Atlet rata-rata adalah pengguna transportasi publik, kemudian pembukaan bioskop, tapi tidak dihiraukan. Lebih lanjut, menurutnya Pemprov DKI jangan hanya melakukan testing sebanyak-banyaknya, namun tidak siap menangani lonjakan angka positif Covid-19 agar bisa dikendalikan.
Untuk itu, Judistira meminta kepada Gubernur dan jajaran Pemprov DKI fokus kepada pengawasan dan edukasi masyarakat tentang pentingnya melakukan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak) sampai ke permukiman padat penduduk. "Sampaikan bahwa masyarakat adalah garda terdepan dalam pencegahan Covid-19, tenaga medis sampai petugas makam adalah garda paling akhir," ujarnya.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi dan mengembalikannya kepada kebijakan PSBB yang diperketat. "Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9) malam.
Anies mengatakan, kebijakan itu diambil setelah Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 DKI Jakarta menggelar rapat pada Rabu (9/9). Saat itu, rapat dihadiri oleh Forum Pimpinan Komunikasi Daerah (Forkopimda) DKI Jakarta. Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatiakan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.
"Dalam dua pekan angka kematian meningkat kembali, secara persentase rendah tapi secara nominal angkanya meningkat kembali. Kemudian tempat tidur ketersediaannya maksimal dalam sebulan kemungkinan akan penuh jika kita tidak lakukan pembatasan ketat," ucap Anies menambahkan.