Kamis 10 Sep 2020 09:59 WIB

Pangdam Jaya Kenang Jenderal Umar Wirahadikusumah

Karlinah Umar muda dikenal siswa pintar dan fasih berbahasa Inggris maupun Belanda.

Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman mengunjungi kediaman Ibu Wakil Negara periode 1983-1988 Karlinah Umar Wirahadikusumah pada Rabu (9/9).
Foto: Dok Paspampres
Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman mengunjungi kediaman Ibu Wakil Negara periode 1983-1988 Karlinah Umar Wirahadikusumah pada Rabu (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting/Wartawan Senior Republika

Ibu kota negara, siang itu cerah berawan. Begitu juga suasana di rumah Jalan Teuku Umar Nomor 61 Menteng, Jakarta Pusat. Ibu Wakil Negara periode 1983-1988 Karlinah Umar Wirahadikusumah (90 tahun) terlihat ceria dengan pakaian bernuansa hijau cerah. Ditemani menantunya Iqbal Wilis, Karlinah duduk atas kursi roda. Ia menerima tamunya dengan hati lapang.  

Tamu istimewanya siang itu adalah Panglima Kodam Jaya/Jayakarta Mayjen TNI Dudung Abdurachman (54 tahun). Mayjen Dudung tidak sendirian. Ia ditemani istrinya, serta Komandan Kodim Jakarta Pusat Kolonel (Infanteri) Luqman Arief, Asisten Teritorial Kasdam Jaya Kolonel (Infanteri) Uyat, dan penulis.

Mangga atuh calik (silakan duduk),” kata istri Wakil Presiden periode 1983-1988, Jenderal Umar Wirahadikusumah ini, Rabu (9/9), mengawali percakapan. Ia sesekali menggunakan bahasa Sunda setelah mengetahui Pangdam Jaya Mayjen Dudung berasal dari Bandung.

Sebagai Ibu Wakil Negara periode 1983-1988, kediaman Karlinah masih dikawal Grup D Pasukan Pengamaan Presiden (Paspampres), lengkap dengan ajudan dari TNI. Karlinah menyiapkan aneka kudapan serta minuman teh kepada tamu-tamunya. Ia mengungkapkan rasa senangnya dikunjungi Pangdam Jaya dan rombongan.

Merasa diperhatikan dan mendapatkan kehormatan di usia yang sudah sepuh. Intonasi ucapannya masih jelas, pendengarannya masih cukup baik. “Cuma daya ingat saya sudah mulai menurun,” kata Karlinah, mengakui.

Cantik dan mandiri

Saat muda, Karlinah dikenal sebagai siswa yang pintar. Ia pernah mewakili Indonesia dikirim belajar ke Australia selama tujuh bulan dalam program internasional Colombo  Plan. Ia fasih berbahasa Inggris dan Belanda. Menguasai ilmu hitung dagang dan ilmu keguruan.

Pernah menjadi pegawai negeri di Kantor Pusat Perbendaharaan dan menjadi guru SMP dan SMA. Kecantikan, kepandaian dan kemandiriannya yang membuat Letkol Umar Wirahadikusumah jatuh cinta kepada Lin, panggilan akrabnya saat muda. Tertuang dalam buku Karlinah Umar Wirahadikusumah, Bukan Sekadar Istri Prajurit karya Herry Gendut Janarto.

Karlinah mengaku masih ingin bermain tenis meja dengan para anggota Paspampres, namun kondisi tubuhnya sudah tidak begitu kuat. “Nanti kalau sudah agak kuat, main tenis meja dengan saya ya,” ujar Karlinah kepada Mayjen Dudung.

Dudung mengaku sejak remaja hingga kini masih bermain tenis meja, termasuk mendatangkan lawan tanding pemain tenis meja profesional. “Boleh Ibu, kapan-kapan saya ke sini main tenis meja,” jawab Dudung. Rumah keduanya sebenarnya bertetangga, bahkan bersebelahan. Rumah dinas Pangdam Jaya di Jalan Teuku Umar Nomor 60.

Pada kesempatan itu, Karlinah mendoakan tamu-tamunya agar tetap diberikan nikmat sehat, kariernya meningkat dan berkah dari Allah SWT. Ia juga memberikan hadiah kepada tamu-tamunya berupa buku-buka tentang dirinya dan almarhum suaminya.

Umar Wirahadikusumah wafat dalam usia 79 tahun pada 21 Maret 2003, karena sakit. Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Selatan dengan upacara kebesaran militer.

Rumah di Jalan Teuku Umar Nomor 61 itu pula yang dulunya ditempati Umar Wirahadikusuah saat menjadi Wakil Presiden 1983-1988 era Presiden Soeharto.  Kedatangan Pangdam Jaya ke rumah tersebut untuk silaturahim sekaligus mengenang almarhum Jenderal Umar Wirahadikusumah.

Umar merupakan panglima pertama Kodam Jayakarta, saat itu masih bernama Kodam V/Jayakarta. Sekaligus menjadi rangkaian ulang tahun ke 71 Kodam Jaya pada 24 Desember 2020 mendatang.

Membangun dari nol

Pada 18 Januari 1960, Umar menjadi Pangdam V/Jayakarta. Setelah sebelumnya pada 21 Januari 1959 menjadi Komandan Militer Kota Besar (KMKB) Jakarta. KMKB Jakarta masih berada di bawah Divisi III/Siliwangi. Reorganissi besar-besaran pada 1959-1960, TNI membentuk Kodam-Kodam, Divisi III/Siliwangi menjadi Kodam VI/Siliwangi dan KMKM Jakarta berdiri sendiri menjadi Kodam V/Jayakarta.

Jadi, Brigadir Jenderal Umar Wirahadikusuma menjadi panglima pertama Kodam V/Jayakarta. Kunjungan Mayjen Dudung juga untuk meminta izin kepada Karlinah, salah satu gedung di Kodam Jaya akan diberi nama: Jenderal TNI Umar Wirahadikusumah. Bila dihitung sejak Januari 1959 hingga Desember 1965, Umar enam tahun memimpin memimpin satuan tersebut.  Ia menjadi salah satu legenda di Kodam Ibu Kota.   

Bila jarum jam diputar terbalik, akan mengenang masa 60 tahun lalu. Sebagai Komandan Militer Kota Besar Jakarta pada awal Januari 1959, Umar Wirahadikusumah belum memiliki rumah dinas. Bahkan sekitar setengah tahun, ia dan istrinya harus tidur di hotel dekat istana presiden. Hotel Des Indes, sekarang menjadi pusat perkantoran Duta Merlin.

Barulah setelah itu diberikan rumah di Jalan Ki S Mangunsarkoro Nomor 36 (Jalan Yogya). Hal itu tertuang dalam buku Mengenang Dang Umar. Sebagai KMKB, Umar juga merangkap sebagai Ketua Penguasa Daerah Swatantra Tingkat I Jakarta Raya. Hal itu, karena Jakarta masih berstatus keadaan perang atau dalam bahasa Belanda, Staat van Oorlog en Beleg (SOB).

Saat itu, Jakarta masih pucat pasi. Jalan-jalan banyak yang rusak, sarana bus angkutan umum masih sedikit, kendaraan pribadi terbatas sekali. Lampu penerangan umum masih minim. Bangunan pencakar langit belum ada. Kawasan pinggiran ibukota masih seperti hutan. Jakarta lengang. Gegap gempita biasanya oleh gemuruh pidato Presiden Sukarno melalui corong Radio Republik Indonesia (RRI). Pidato-pidato yang embakar semangat rakyat.

Umar Wirahadikusumah harus membangun Kodam Jayakarta dari titik nol. Bekerja keras mencari lahan bangunan untuk Kodam Jayakarta. Sebab KMKB sudah ditingkatkan menjadi kodam. Membentuk organisasi baru, penempatan personel, mengupayakan segala fasilitas untuk menunjang tugas.

Ia pun diminta Presiden Sukarno untuk bertanggung jawab terhadap keamanan pembangunan gedung-gedung baru sebagai simbol Jakarta, seperti Kompeks Gelanggang Olahraga Senayan, Tugu Monumen Nasional (Monas), Hotel Indonesia, Jakarta By Pass dan lain-lain.

Tugas tambahannya banyak, termasuk gangguan keamanan dan rongrongan terhadap pemerintah yang sah. Antara lain oleh Organisasi Gelap Manguni, Komando Operasi Perdamaian Nasional (KOPN), DI/TII (Darus Islam/Tentara Islam Indonesia) dan seterusnya. Termasuk memadamkan api peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965 yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Puncak karier

Usai peristiwa G 30 S/PKI, Mayor Jenderal Umar dipercaya menjadi Panglima Kostrad menggantikan Letnan Jenderal Soeharto yang naik menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), sekarang disebut Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Karier militernya terus meningkat.

Pada April 1967, Umar naik menjadi Wakil Menteri/Panglima Angkatan Darat, pangkatnya menjadi Letnan Jenderal TNI. Ia menggantikan Letnan Jenderal Maraden Panggabean yang naik menjadi Men/Pangad dengan pangkat Jenderal TNI. Puncak karier Umar sebagai tentara pada 4 Desember 1969, ia didapuk menjadi KSAD dengan pangkat Jenderal TNI.

Setelah selama 3,5 tahun menjadi KSAD, Umar pun dipercaya menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama dua periode 1973 hingga 1983. Ia tergolong pejabat yang banyak kerja, tapi tak banyak bicara.

Puncak karier dalam kenegaraan, Umar dipercaya menjadi Wakil Presiden periode 1983-1988. Ia menjadi panglima Kodam Jayakarta yang kariernya paling tinggi sebagai Wakil Presiden. Jejaknya kemudian diikuti Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno yang juga pernah menjadi Pangdam Jayakarta pada 1983-1985.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement