Senin 07 Sep 2020 13:25 WIB

7 September, Mengenang Cak Munir dan Pembelaan HAM Indonesia

Kematian Cak Munir adalah Hari Duka bagi gagasan tata kelola negara berbasis HAM.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Mural wajah Munir di salah satu gang di Jalan Raya Puspitek, Pamulang, Tangerang Selatan.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Mural wajah Munir di salah satu gang di Jalan Raya Puspitek, Pamulang, Tangerang Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 7 September 2004, pembela Hak Azasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib tewas dibunuh dengan cara diracun Arsenik saat berada di pesawat menuju Amsterdam, Belanda. Sejak 2005, tanggal kematian Munir oleh para aktivis HAM pun dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia

Komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM Republik Indonesia Muhammad Choirul Anam mengatakan, kematian Cak Munir adalah Hari Duka bagi gagasan tata kelola negara berbasis HAM di Indonesia. Ia mengingatkan, hubungan sipil militer dalam tata kelola negara demokrasi yang berbasis HAM menjadi salah satu isu tema penting dalam sepak terjang Munir. 

Baca Juga

"Ini juga yang menjadi basis agenda gerakan reformasi 1998," ujarnya dalam pesan yang diterima Republika, Senin (7/9 pagi. 

Menurut Anam hubungan Sipil-Militer saat ini sesuai harapan, maka peristiwa Mapolsek Ciracas yang diserbu, atau berbagai kasus kekerasan lainnya yang melibatkan hubungan sipil militer tidak akan terjadi. Bahkan, Indonesia akan memiliki militer yang tangguh dan lebih profesional dalam pertahanan negara.

photo
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam - (Republika TV/Muhamad Rifani Wibisono)

Selain isu hubungan sipil militer, Munir juga mendorong perlindungan bagi para pembela HAM. Dia melihat bagaimana kontribusi pembela HAM dalam berbagai usaha memperbaiki kondisi negara termasuk membangun kesejahteraan. Namun usaha para pembela HAM itu tak sejalan dengan perlindungan yang diberikan negara. 

"Tak sedikit dari mereka yang mendapat kekerasan, kriminalisasi, stigma atau perlakukan lain yang kejam. Pada posisi inilah Cak Munir dengan beberapa kolega mendirikan organisasi  Imparsial," kata Anam. 

Para pembela HAM (human rights defenders) tidak hanya dipahami sebagai aktivis HAM yang berada di garis depan melawan kekerasan. Namun, lanjut Anam, mereka juga para inisiator di kampung, desa, hutan yang memperkuat ekonomi, merawat hutan, menyelamatkan binatang, bahkan guru - guru di berbagai pelosok yang melawan buta huruf dan akses pendidikan.

"Peran Cak Munir dalam kampenye perlindungan pembela ham sangat besar, dan cak salah satu pioner dalam pembelaan para pembela ham di indonesia," kata Anam. 

Untuk mengenang 7 September, kata Choirul Anam, sudah selayaknya dimahfumi sebagai Hari Perlindungan Para Pembela HAM Indonesia.Pentingnya 7 Sepetember sebagai Hari Perlindungan Para Pembela HAM, kata dia, bukan hanya untuk mengenang Cak Munir. 

"Namun lebih jauh adalah merawat semangat dan ide perlindungan pembela HAM Indonesia itu sendiri, agar keadilan dan kesejahteraan berbasis HAM terwujud di Indonesia," ujar Anam menutup.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement