REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Pinangki Sirna Malasari kembali bungkam usai diperiksa di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung). Usai diperiksa hampir 12 jam oleh penyidik, pada Jumat (4/9), tersangka dugaan penerimaan suap dan gratifikasi dari terpidana Djoko Sugiarto Tjandra tersebut, menolak untuk memberi pembelaan kepada media.
Pinangki, diperiksa sejak pukul 10:30 WIB. Masuk ke ruang pemeriksaan dengan mengenakan rompi tahanan, dan dalam kondisi diborgol. Pinangki, pun keluar dari ruang pemeriksaan, sekitar pukul 21:30 WIB, juga dalam kondisi serupa saat masuk ke ruang pemeriksaan.
Usai menjalani pemeriksaan, jaksa penyidik, kembali mengantarkannya ke Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, cabang Kejakgung, di kompleks utama Kejaksaan Agung, di Jakarta Selatan. Pinangki, sudah mendekam di rutan, sejak Selasa (11/8) malam.
Pemeriksaan, pada Jumat (4/9), merupakan proses permintaan keterangan yang keempat kalinya, untuk Pinangki sebagai saksi, maupun tersangka. Seperti pemeriksaan-pemeriksaan, sebelumnya Pinangki, pun kerap bungkam kepada media.
In Picture: Bareskrim Periksa Jaksa Pinangki di Rutan Salemba
Dari informasi daftar pemeriksaan di Gedung Pidsus, pemeriksaan Pinangki, kali ini (4/9), sebetulnya untuk melengkapi tiga berkas acara pemeriksaan. Pertama terkait dengan statusnya sebagai tersangka.
Berkas lainnya, menyangkut tentang kesaksiannya untuk tersangka Djoko Tjandra, dan tersangka Andi Irfan. Ketiga tersangka tersebut, dalam penyidikan di JAM Pidsus, setali tiga uang.
JAM Pidsus Ali Mukartono saat ditemui menerangkan, tim penyidikan sebetulnya sudah melimpahkan berkas perkara tersangka Pinangki, ke divisi penuntutan, Rabu (2/9). Akan tetapi, kata dia, belum ada hasil dan kesimpulan dari tim penuntutan terkait berkas perkara Pinangki tersebut.
“Masih ada kekurangan, tetapi belum tahu di mana yang kurangnya,” kata Ali di Gedung Pidsus, Jumat (4/9).
Pinangki, dikatakan menerima uang dari Djoko Tjandra senilai 500 ribu dolar atau setara Rp 7,5 miliar. Uang tersebut, dikatakan penyidik, pemberiannya lewat peran Andi Irfan yang diketahui sebagai politikus Partai Nasdem.
Uang itu, diduga sebagai panjar suap terkait pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, dari jerat vonis MA 2009 lalu.
Atas dugaan tersebut, penyidik menjerat Djoko dengan sangkaan Pasal 5 ayat (1) a, atau b, atau Pasal 13 UU Tipikor. Pinangki, sebagai penerima suap dan gratifikasi, dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), atau Pasal 11, dan Pasal 12 a atau b, serta Pasal 15 UU Tipikor. Dan Andi Irfan, dijerat menggunakan Pasal 5 ayat (2), juncto ayat (1) b, atau Pasal 6 ayat (1) a, dan Pasal 15 UU Tipikor.