Selasa 01 Sep 2020 15:10 WIB

Saatnya DKI Jakarta Hapus Kebijakan Ganjil Genap

Kebijakan ganjil genap berkontribusi pada kenaikan jumlah kasus positif Covid-19.

Petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengecek papan informasi mengenai kebijakan sistem pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor plat nomor ganjil-genap di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Senin (24/8/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Pergub Nomor 80 Tahun 2020 tentang pelaksanaan PSBB pada masa transisi yang didalamnya mengatur pembatasan kendaraan sepeda motor pribadi melalui aturan ganjil-genap pada kawasan pengendalian lalu lintas.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengecek papan informasi mengenai kebijakan sistem pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor plat nomor ganjil-genap di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Senin (24/8/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Pergub Nomor 80 Tahun 2020 tentang pelaksanaan PSBB pada masa transisi yang didalamnya mengatur pembatasan kendaraan sepeda motor pribadi melalui aturan ganjil-genap pada kawasan pengendalian lalu lintas.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur Sapto, Andika Candra, Amri Amrullah

Kasus Covid-19 di DKI Jakarta meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir. Sudah dua hari kasus harian menembus angka 1.000 kasus.

Baca Juga

Untuk meredam laju penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta, kebijakan ganjil genap diminta dievaluasi. Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Radiansyah, menegaskan harusnya kebijakan ganjil-genap memang ditinjau ulang.

Ia menilai penggunaan transportasi umum bisa memicu tingginya angka penularan Covid-19. "Tapi sebaiknya kebijakan ganjil-genap ditiadakan dulu," ujar Trubus saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (1/9).

Bahkan penularan dalam klaster perkantoran juga diindikasi berasal dari moda transportasi umum. Adanya kebijakan ganjil-genap membuat para pekerja yang memang berasal dari daerah-daerah penyangga, tidak bisa menggunakan kendaraan pribadi. Akibatnya mereka tidak bisa menghindari kerumunan, karena mau tidak mau harus menggunakan moda transportasi umum.

Menurut Trubus, kebijakan ganjil-genap ini memang memindahkan aktivitas warga yang dulunya menggunakan kendaraan pribadi ke moda transportasi umum. Hanya saja kebijakan tersebut saat ini tidak tepat, karena masih pada masa pandemik dan harus menerapkan pembatasan jarak fisik.

Awalnya, kata Trubus, kebijakan itu diterapkan agar membatasi mobilitas masyarakat dan untuk meminimalisir penularan tapi pada kenyataannya salah kebijakan. Karena dengan adanya ganjil-genap ini moda transportasi umum kembali padat dan potensi penularan di transportasi umum sangat tinggi. Maka untuk saat ini, pilihan yang lebih aman adalah menggunakan kendaraan pribadi, baik itu roda dua maupun mobil.

"Tapi setidak-tidaknya mengurangi  kerumunan di terminal, di stasiun ataupun di dalam halte-halte, dan di transportasi sendiri tidak berjubel apalagi di jam-jam kerja," kata Trubus.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani, turut mendorong Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi kebijakan ganjil-genap. "Saya pikir perlu dievaluasi lagi terkait ganjil genap ini. Karena orang-orang akan lari ke transportasi umum, dan bisa membludak kalau tidak siap," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

Menurut Zita, DKI kerja dengan data, dan Satgas Covid-19 beri data di publik kalau mayoritas terpapar di transportasi umum. Kata Zita, hal ini yang ia takutkan, kalau kebijakan tidak sejalan dengan implementasi. Akibatnya seperti ini, ganjil genap berlaku, tapi tranportasi umum tidak tersedia banyak, dan penjagaannya pun kurang ketat.

"Alhasil, mereka yang memilih tranportasi umum karena patuhi gage, malah jadi korban," tutur Zita.

Selanjutnya, Zita mengatakan, dilihat kesiapan Pemprov DKI Jakarta, kalau memang moda transportasinya tidak cukup, sebaiknya ditiadakan dulu ganjil-genapnya. Kalau modanya cukup, memenuhi kapasitas warga DKI dan sekitarnya yang akan beralih, silahkan lanjutkan ganjil genap dengan tetap perketat di transportasi umum. "Tentunya dengan 40-50 persen kapasitas penumpangnya," ungkap Zita.

Bahkan Satgas Penanganan Covid-19 Nasional sudah meminta pula Pemprov mengkaji ulang kebijakan ganjil genap. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Senin (31/8), menyampaikan, berdasarkan rapat koordinasi dengan TNI-Polri dan instansi terkait, disimpulkan bahwa aturan ganjil-genap justru mengalihkan mobilitas masyarakat ke transportasi umum yang berisiko tertular Covid-19. Padahal selama masa pandemi ini, pemerintah ingin masyarakat membatasi pergerakan atau memastikan mobilitasnya aman dari Covid-19.

"Kami lihat bahwa dengan adanya ganjil genap terlihat ada peningkatan transportasi, mobilitas penduduk, dan ini tentunya menjadi salah satu faktor yang perlu dilihat apakah memiliki kontribusi pada tingkat penularan dan bagaimana selanjutnya untuk bisa dikendalikan," ujar Wiku.

Selain pengkajian terkait ganjil-genap kendaraan, Satgas juga meminta pemda untuk secara tegas memastikan perkantoran patuh terhadap protokol kesehatan, termasuk pembatasan kapasitas kantor sebesar 50 persen. Perusahaan juga diminta tetap menjalankan kegiatan perkantoran dari rumah atau work from home (WFH) seperti yang sempat digalakkan di awal pandemi masuk Indonesia.

"Sehingga tidak terjadi jumlah masyarakat yang bekerja di kantor melebihi kapasitasnya untuk tidak bisa jaga jarak. Demikian pula yang bekerja di kantor usahakan orang-orang yang tidak berusia lanjut dan tidak memiliki komorbid," kata Wiku.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Senin (31/8), mengatakan penanganan pandemi Covid-19 di Ibu Kota masih terkendali. Anies menjelaskan hal itu dikarenakan jumlah kasus aktif dan meninggal karena Covid-19 menurun.

"Jadi secara aktivitas testing, kita tinggi. Bahkan hari kemarin, hari Ahad, di laporan itu 43 persen dari testing seluruh Indonesia itu dilakukan di Jakarta. Konsekuensinya angka positif menjadi lebih banyak. Tapi dengan cara seperti itu, kita mengetahui dengan senyatanya tentang status Covid-19 di Jakarta," kata Anies dalam sebuah webinar.

Anies menyebut dalam sepekan terakhir, jumlah kasus aktif menurun secara signifikan. Artinya, jumlah orang yang harus dirawat atau isolasi jumlahnya berkurang. Kasus aktif itu diukur dengan angka kasus baru dikurangi angka sembuh dan dikurangi angka meninggal.

"Jadi meskipun angka kasus baru itu naik, tapi bila jumlah kasus aktif-nya itu menurun, dan bila angka kematian kita rendah, artinya penanganan itu relatif terkendali. Tapi ini belum selesai, artinya kita masih punya PR untuk menuntaskan sampai betul-betul zero active case. Kalau begitu baru namanya selesai," ujarnya.

Hingga saat ini, jumlah total kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta adalah 40.309. Sebanyak 1.202 di antaranya meninggal dunia. Lalu 3.288 sedang dirawat.

Dari angka tersebut 30.538 sudah sembuh dan 5.281 menjalani isolasi mandiri. Kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta didominasi tanpa gejala yakni 50,9 persen.

Jumlah harian orang berstatus positif Covid-19 di Jakarta menembus angka psikologis 1.000, yakni sebanyak 1.029 kasus, pada Senin (31/8). Ini merupakan kedua kalinya jumlah penambahan kasus Covid-19 di atas 1.000, setelah pada Ahad (30/8) kasus baru di Jakarta memecahkan rekornya sendiri dengan jumlah 1.114 kasus.

photo
Ganjil Genap Jakarta mulai berlaku (ilustrasi) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement