Kamis 27 Aug 2020 16:18 WIB

Jaksa Pinangki tak Boleh Dikonfrontir dengan Djoko Tjandra

Menurut Kejakgung, pemeriksaan dengan konfrontasi melanggar hak tersangka.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Dokumen Perjalanan Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk perjalanan ke Kuala Lumpur pada 25 November 2019.
Foto: dok. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI)
Dokumen Perjalanan Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk perjalanan ke Kuala Lumpur pada 25 November 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono melarang tim penyidikannya melakukan konfrontrasi terhadap tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari, dengan Djoko Tjandra. Ali mengatakan, pola konfrontrasi antara terduga penerima, dan pemberi suap, ataupun janji menyalahi hukum acara.

“Saya melarang tersangka (jaksa Pinangki) itu, dikonfrontir dengan saksi (Djoko Tjandra),” kata Ali saat ditemui di Gedung Pidsus, Kejakgung, Jakarta, Rabu (26/8) malam.

Baca Juga

Menurut Ali, pemeriksaan dengan pola konfrontasi, melanggar hak tersangka, dan kebutuhan penyidik atas saksi. Meskipun, kata Ali, saksi dalam kasus jaksa Pinangki, salah satunya adalah Djoko Tjandra yang diduga sebagai pemberi suap, maupun janji.

“Karena Undang-undang (UU) itu, tersangka punya hak ingkar (atas apa yang dituduhkan penyidik). Kalau saksi, tidak punya hak ingkar,” terang Ali.

Sebab itu, kata dia, di persidangan, tersangka yang sudah berstatus terdakwa, tak memerlukan diambil sumpah. Kebalikannya dengan saksi, yang mengharuskan pengambilan sumpah atas keterangannya di pengadilan.

“Ada sanskinya, kalau memberikan kesaksian palsu,” terang Ali.

Tersangka jaksa Pinangki, dituding menerima uang, senilai 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,5 miliar dari terpidana korupsi Djoko Tjandra. Uang pemberian tersebut, diduga untuk mengatur proses Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra, dan upaya penerbitan fatwa bebas di Mahkamah Agung (MA).

Penyidik menebalkan sangkaan korupsi berlapis atas tersangka Pinangki. Yaitu, Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 11, serta Pasal 12 a dan b UU Tipikor 20/2001. Pasal-pasal tersebut, terkait tentang penerimaan suap, dan gratifikasi. Belakangan, penyidik juga menambahkan sangkaan Pasal 15 UU Tipikor 31/1999 yang mengatur tentang pemufakatan jahat untuk melakukan korupsi.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (10/8), tim penyidikan di JAM Pidsus, sudah lebih dari tiga kali memeriksa Pinangki sebagai tersangka. Selain memeriksa tersangka Pinangki, penyidikan juga melakukan pemeriksaan sejumlah saksi. Termasuk Djoko Tjandra yang tercatat dua kali dijemput dari LP Salemba, untuk masuk ke ruang pemeriksaan di JAM Pidsus.

Akan tetapi, dua kali pemeriksaan terhadap Djoko Tjandra di JAM Pidsus, tak mempertemukannya dengan tersangka Pinangki untuk dikonfrontir terkait pemberian uang, dan pertemuan, serta persekongkolan jahat. Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah menerangkan, pola konfrontir antara terduga penerima, maupun pemberi suap, dan gratifikasi memang tak dibutuhkan dalam kasus ini.

Sebab kata dia, konfrontir hanya diperlukan jika penyidik menemukan ketidakselarasan antara keterangan tersangka, dan saksi-saksi.

“Sampai sekarang, belum kita lakukan konfrontir. Karena keterangan tersangka P (Pinangki) ini, dengan Djoko Tjandra (saksi), sejalan semuanya,” kata Febrie menambahkan.

photo
Djoko Tjandra - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement