Senin 24 Aug 2020 07:27 WIB

Legislator Dorong KPK Selidiki Penggunaan Influencer

Pemeriksaan mendalam KPK, untuk memastikan uang negara tidak menguap dan dikorupsi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
 Didik Mukrianto
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Didik Mukrianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto mengaku, terkejut dengan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), perihal pemerintah yang menggunakan anggaran untuk menggunakan jasa influencer dan buzzer. Menurutnya, hal tersebut perlu diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Untuk melakukan penyelidikan dan melakukan pemeriksaan mendalam, untuk memastikan uang negara tidak menguap dan dikorupsi," ujar Didik lewat pesan singkat, Sabtu (23/8).

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga diminta untuk segera melakukan audit mendalam perihal penggunaan influencer dan buzzer tersebut. Agar tak ada lagi anggaran yang terbuang oleh sesuatu yang tak ada manfaatnya.

"Temasuk BPK mengedankan hati nuraninya untuk memikirkan rakyatnya, dan bukan bungkam melihat potensi uang rakyat yang menguap," ujar Didik.

Selain itu, ukuran kebijakan dan program yang baik bukan seberapa capaian infuencer mengendorse setiap produk pemerintah. Tapi, seberapa banyak rakyat mengafirmasi dan merasakan manfaat atas kebijakan dan program tersebut.

"Secara otomatis dengan sarana dan sumber daya yang dimiliki negara, rakyat bukan hanya menjadi infuencer pemerintah, tapi lebih dari itu rakyat akan membanggakan produk pemimpinnya," ujar Didik.

Idealnya pemerintah, kata Didik, lebih mengutamakan program yang fokus untuk kepentingan masyarakat. Bukan mengeluarkan anggaran untuk menyewa influencer dan buzzer.

"Jangan salahkan apabila ada anggapan bahwa pemerintah dan presiden lebih mementingkan citra, fibanding menolong rakyatnya yang kesusahan," ujar Didik.

Sebelumnya, Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan bahwa pemerintah telah menghabiskan dana Rp 90,45 miliar untuk belanja jasa influencer. Dana puluhan miliar itu digunakan pemerintah pusat mulai dari 2017 hingga 2020.

Angka tersebut didapat dari hasil penelusuran ICW pada situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sejumlah kementerian dan lembaga. Pengumpulan data dilakukan pada 14 hingga 18 Agustus 2020 menggunakan kata kunci media sosial atau social media, influencer, key opinion leader, komunikasi dan Youtube.

"Terdapat 34 Kementerian, 5 LPNK, dan 2 lembaga penegak hukum yakni, Kejaksaan RI dan Kepolisian RI," kata peneliti ICW Egi Primayogha di Jakarta, Kamis (20/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement