Senin 24 Aug 2020 06:25 WIB

Jimly: Banyak Parpol Terjebak Politik Dinasti

Parpol dipimpin golongan tua, sedangkan tokoh muda adalah petugas partai.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie
Foto: Republika/Mimi Kartika
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie menilai banyak partai politik yang muncul pada perjalanan reformasi pada akhirnya justru terjebak pada oligarki dan politik dinasti. "Ada problem internal di dalam partai-partai, partai yang lahir di era reformasi," kata Jimly, saat diskusi daring "Bernegara Seri-1 (Refleksi dan Proyeksi 75 Tahun INDONESIA: Berpolitik, Bernegara, Berkonstitusi)", Ahad (23/8) malam.

Sebenarnya, Jimly menjelaskan reformasi merupakan upaya untuk membalikkan keadaan yang kecenderungannya negatif supaya kembali baik. Misalnya, Orde Lama dikoreksi Orde Baru, kemudian Orde Baru dikoreksi oleh Reformasi setelah 32 berjalan.

Baca Juga

Memasuki perjalanan reformasi, kata dia, muncul partai-partai yang mengusung democracy of law, tetapi dalam praktiknya justru berbeda. Menurut dia, kebanyakan partai yang masih saja dipimpin oleh tokoh-tokoh tua sehingga mengalami gerontokrasi.

Dikhawatirkan, kata Jimly, kecenderungannya pergantian kepemimpinan di parpol akan semakin panjang. Meski banyak tokoh muda yang sekarang ini ditunjuk menjadi menteri, kata dia, pada dasarnya parpol yang dipimpin golongan tua yang menentukan karena mereka adalah petugas partai.

"Sementara, partai mengalami gerontokrasi dan di dalam dirinya berubah menjadi dinasti-dinasti politik. Muncul keluarga-keluarga tertentu menjadi oligarki-oligarki politik yang berkolaborasi karena makin mahalnya demokrasi," jelasnya.

Karena itu, Jimly mengajak seluruh masyarakat untuk tidak berpikir pragmatis, tetapi berperan memajukan bangsa melalui berbagi ide dan impian untuk Indonesia yang lebih baik. "Kalau kita biarkan dengan sikap pragmatis, kita biarkan yang terjadi sekarang. Semua orang semangatnya hanya mengambil, rebutan jabatan mana yang bisa diambil, menjadi medioker, generasi pengambil, generasi peminta-minta, generasi penerima. Tidak menjadi pemberi dan penyumbang kemajuan peradaban bangsa," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement