Senin 24 Aug 2020 01:01 WIB

Masjid Al-Aqsha Selalu dalam Ancaman Zionis

Indonesia diminta tak lupakan Palestina sebagai "PR" bangsa yang belum selesai.

Rep: Ali Mansur/ Red: Indira Rezkisari
Kompleks Masjid Al Aqsha.
Foto: AP
Kompleks Masjid Al Aqsha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Koalisi Indonesia Bela Baitul Maqdis, Ustadz Bachtiar Nasir, menyatakan Masjid Al-Aqsha akan selalu berada dalam ancaman penistaan dan penghancuran, selama zionis tidak angkat kaki dari Al-Quds. Ia mendorong terwujudnya kedaulatan rakyat Palestina di seluruh wilayah, dari batas sungai Yordania hingga Laut Mediterania.

"Bahaya ini tercermin pada pembakaran Masjid Al-Aqsha 51 tahun lalu, tepatnya 21 agustus 1969 dan penistaan Al-Aqsha melalui pengadaan ritual-ritual Yahudi di kawasan suci kompleks Masjid Al-Aqsha hampir setiap hari," ujar Bachtiar Nasir dalam keterangannya memperingati 51 tahun pembakaran Masjid Al-Aqsha, Ahad (23/8).

Baca Juga

Oleh karena itu, Bachtiar Nasir menegaskan, diam atas penghancuran dan penistaan Masjid Al-Aqsha serta kezaliman yang diderita Palestina, setelah mengetahui berbagai faktanya, adalah pengkhianatan terhadap agama dan kemanusiaan. Maka, kata dia, wajib bagi setiap elemen umat, apalagi para ulama dan pemimpin, untuk tidak berhenti berpikir serta bergerak demi menghentikan kejahatan tersebut di atas, dengan cara masing-masing yang berdasarkan pada persatuan, ilmu dan mashlahat umat.

Lanjut Bachtiar Nasir, berkaitan dengan maraknya usaha normalisasi hubungan dengan Israel, maka tidak ada satupun pembenaran atas hal tersebut. Karena segala kesepakatan yang berdampak kepada mengakui keberhakan sebagian atau keseluruhan penjajahan Israel, adalah pengkhianatan kepada usaha-usaha kemerdekaan Palestina dan penjagaan kesucian Masjid Al-Aqsha.

Selanjutnya, menurut Bachtiar Nasir, normalisasi hubungan dengan Israel di sebagian atau seluruh aspek adalah kejahatan. Baik di aspek diplomasi, budaya, ekonomi dan lainnya. Pihak atau negara yang membuat normalisasi dengan penjajah, berarti menganggap penjajahan sebagai hal normal.

"Itu berarti menganggap normal kezaliman, pembunuhan dan perampokan, tidak ada yang bersikap demikian kecuali telah bermental penjajah dan penjahat," ungkapnya.

Maka dengan demikian, Bachtiar Nasir, menyerukan kepada segenap pemimpin dunia, terlebih dunia Islam, agar senantiasa mengedepankan perdamaian yang berdasarkan keadilan dan agar tidak mudah dibeli dengan tawaran materi sementara. Karena materi akan habis dan hilang dalam sejarah, sedangkan kebijakan yang berdasarkan pada keadilan dan kemanusiaan akan menjadi catatan emas abadi dalam sejarah dan hari penghisaban.

Kemudian khusus untuk Indonesia, kata Bachtiar Nasir, pemerintah dan rakyatnya agar di momentum bulan kemerdekaan Indonesia ini tidak melupakan Palestina sebagai "PR" bangsa yang belum selesai. Baik yang termaktub dalam alinea pembukaan Undang-undang dasar 45 tentang penghapusan segala bentuk penjajahan, maupun Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung.

"Bahkan wujud dari sila kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Partisipasi bersama kita dalam penegakkan keadilan dan kemanusiaan di dunia; khususnya Palestina, harus besar, sebagaimana besarnya bangsa kita, Indonesia," tegasnya.

Terakhir, Bachtiar Nasir mengatakan, wajib atas semua pihak dan individu memiliki wujud tanggungjawab nyata terhadap permasalahan Palestina. Setidaknya berupa selalu berusaha mengetahui permasalahan Paletina dan bersikap pro Palestina pada setiap perkembangan situasi yang diikuti serta menyebarkannya kepada yang lainnya seluas mungkin.

"Agar doa serta partisipasi yang ada terus berkembang hingga terwujudnya Pembebasan Masjid Al-Aqsha dan Kemerdekaan Palestina," tutup Bachtiar Nasir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement