Jumat 21 Aug 2020 15:53 WIB

KSPI Minta Klaster Ketenagakerjaan di RUU Ciptaker Dihapus

Perwakilan serikat pekerja dan DPR telah membentuk tim perumus RUU Cipta Kerja.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengapresiasi langkah DPR yang meangkomodasi aspirasi mereka perihal RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Namun, ia tetap meminta agar klaster ketenagakerjaan di RUU tersebut agar dihapus.

"Sebaiknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, bila memungkinkan. Apabila mungkin 10 klaster yang lain ingin cepat-cepat disahkan," ujar Said di Hotel Mulia, Jakarta, Jumat (21/8).

Baca Juga

Menurutnya, klaster ketenagakerjaan sebaiknya dibahas sendiri, di luar RUU Cipta Kerja. Baik lewat revisi undang-undang terkait atau pembuatan regulasi baru.

"Dengan segala hormat kami menyampaikan kepada DPR RI, agar DPR RI dapat menyampaikan kepada pemerintah dan pemerintah memahami," ujar Said.

Serikat pekerja dan buruh, kata Said, memahami tujuan utama dari RUU Cipta Kerja yang digagas Presiden Joko Widodo itu. Mereka setuju jika diperlukannya regulasi untuk mempermudah investasi dan membuka lapangan pekerjaan.

"Kita memahami, kami serikat pekerja dan buruh setuju agar investasi masuk secepatnya, izin dipermudah, hambatan investasi dihilangkan," ujar Said.

Diketahui, DPR dan serikat buruh telah membentuk tim perumus RUU Cipta Kerja. Dari tim tersebut, keduanya menghasilkan empat kesepahaman dari pertemuan yang digelar pada 20-21 Agustus 2020.

Pertama, terkait klaster ketenagakerjaan yang mengatur beberapa hal, seperti upah, pemutusan hubungan kerja, jaminan sosial, dan lain-lain, harus didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi.

"Dua, berkenaan dengan sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja, dikembalikan sesuai ketentuan UU ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, dengan proses yang dipertimbangkan secara seksama," ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco.

Ketiga, berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri. Maka pengaturannya dapat dimasukan ke dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik.

"Empat, fraksi-fraksi akan memasukan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh kedalam daftar inventarisasi masalah (DIM) fraksi," ujar Dasco.

photo
Usulan Ubah Nama RUU Cipta Kerja - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement