REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan alat rapid test dalam pemeriksaan awal Covid-19 dinilai pakar tak akurat dibandingkan dengan alat PCR test. Menanggapi hal itu, Juru Bicara Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, alat rapid test memang digunakan untuk screening awal pemeriksaan Covid-19.
Alat ini, kata dia, bukan digunakan untuk mendiagnosa Covid-19. “Rapid test digunakan hanya untuk screening, bukan untuk diagnostik. Dengan mengetes antibodi saja,” jelas dia saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (18/8).
Alat rapid test digunakan untuk merespons cepat pemeriksaan Covid-19. Sedangkan, pemeriksaan final Covid-19 hanya dapat dilakukan dengan alat PCR test.
Wiku mengatakan, setiap metode pemeriksaan memiliki kekurangan, termasuk alat rapid test. Alat rapid test ini bisa memberikan hasil false negative atau false positive.
“Nah, situasi ini terjadi karena antibodi butuh waktu untuk diproduksi setelah gejala muncul, dan hasil positif dari rapid bisa menunjukkan infeksi lain juga,” ujarnya.
Meski tak akurat, Wiku menyebut alat ini masih dibutuhkan mengingat keterbatasan kapasitas PCR test saat ini. Karena itu, pemerintah masih menggunakan alat ini untuk screening awal virus corona, terutama untuk masyarakat berisiko tinggi yang sedang bepergian.
“Rapid masih digunakan karena kita masih menghadapi keterbatasan kapasitas test untuk PCR dan swab test. Di tengah situasi yang terbatas ini, kami melihat bahwa metode ini masih proper untuk digunakan,” jelas dia.
Wiku mengatakan, Indonesia juga mampu memproduksi alat PCR dan rapid test secara mandiri dengan tingkat akurasi yang tinggi. “Indonesia memproduksi PCR dan rapid test tools secara mandiri, dengan akurasi yang tinggi dengan pusat produksi di Bandung. Dan semoga bisa tersedia segera,” tutup dia.