REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, pemerintah daerah wajib menutup kembali sekolah yang telah melakukan aktivitas kegiatan tatap muka, jika terindikasi dalam kondisi tak aman covid. Kendati demikian, proses penutupan sekolah tersebut harus dilakukan secara bertahap dengan evaluasi yang baik.
“Jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman, atau tingkat risiko daerah berubah jadi lebih tinggi, maka pemda wajib menutup kembali satuan pendidikan tersebut. Namun proses tersebut harus dilakukan secara bertahap dengan evaluasi yang baik,” ujar Wiku saat konferensi pers di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (11/8).
Wiku menjelaskan, sudah ada kesepakatan bersama dari empat kementerian yakni Menko PMK, Kementerian Kesehatan, Kemendikbud, dan Kemenag untuk membuka aktivitas sekolah dengan tatap muka meskipun pandemi belum berakhir. Pembukaan kembali kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di daerah dengan zona kuning dan hijau inipun harus mengutamakan aspek keselamatan, kesiapan, persetujuan, dan juga simulasi.
Sekolah hanya bisa melakukan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka dengan persetujuan dari pemerintah daerah atau kantor wilayah, dari kepala sekolah, dari komite sekolah, maupun dari orang tua peserta didik.
“Jika orang tua tidak atau belum setuju maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksakan. Kedua, dari kapasitas, pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat 30-50 persen dari standar peserta didik per kelas,” jelas dia.
Wiku mengatakan, sejumlah daerah di 3T (terluar, terdepan, tertinggal) mengalami kesulitan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh karena minimnya akses digital. Karena itu, diperlukan pengawalan protokol kesehatan dengan ketat dan monitoring selama aktivitas pembelajaran berlangsung.