Rabu 12 Aug 2020 18:52 WIB

Sepekan Terjadi Enam Kebakaran di Jakarta, Ini Analisisnya

Menurut Yayat Supriyatna, potensi kebakaran meningkat ketika memasuki musim kemarau.

Rep: Muhamad Ubaidillah/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas damkar melakukan pendinginan pascakebakaran di permukiman padat penduduk di kawasan Duri Utara, Kecamatan Tomang, Jakarta Barat, Rabu (12/8).
Foto: Prayogi/Republika
Petugas damkar melakukan pendinginan pascakebakaran di permukiman padat penduduk di kawasan Duri Utara, Kecamatan Tomang, Jakarta Barat, Rabu (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebakaran kerap melanda Jakarta pada akhir-akhir ini. Mayoritas peristiwa tersebut terjadi di wilayah padat penduduk. Sepekan belakangan, sudah enam kali kebakaran terjadi di permukiman padat penduduk, yakni di Tambora, Jakarta Barat pada Selasa (11/8), Pademangan Barat, Jakarta Utara pada Ahad (9/8), Pademangan Timur, Jakarta Utara pada Senin (10/8), dan di Tanjung Duren, Jakarta Barat pada Senin (3/8).

Sedangkan dua lainnya yakni di sebuah pabrik mebel Cakung, Jakarta Utara pada Ahad (9/8) dan Pasar Timbul Tomang, Jakarta Barat pada Jumat (7/8). Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna mengatakan, potensi kebakaran meningkat ketika memasuki musim kemarau.

Menurut dia, insiden kebakaran dalam setahun di Jakarta kadang mencapai 1.000 kali. Artinya dalam sehari bisa tiga kali terjadi kebakaran. Yayat menyebut, kebakaran sering terjadi di kawasan padat penduduk karena bangunan-bangunannya mudah terbakar. Di Ibu Kota, sambung dia, banyak rumah semipermanen yang jaraknya saling berdekatan.

Masalah lainnya banyak kebakaran terjadi karena korsleting listrik arus pendek. Menurut Yayat, alat-alat listrik yang digunakan tidak asli, penggunaan alat elektronik berlebihan sehingga cepat panas, yang akhirnya menyulut lahirnya api.

"Karena kita suka lupa (sama kebakaran), apalagi dengan pemakaian listrik yang berlebihan, banyak bahan baku instalasi listrik itu bukan asli, KW 2, KW 3, mudah panas, mudah korslet, mudah terbakar, jadi itu yang menjadi masalah," kata Yayat saat dihubungi Republika, Rabu (12/8).

Kondisi tersebut diperparah dengan pemasangan instalasi listrik yang sembarangan. Lalu banyak rumah yang tidak mempunyai miniatur circuit breaker (MCB) dalam instalasi listriknya. MCB berfungsi sebagai pelindung instalasi listrik jika terjadi beban berlebihan, juga memproteksi instalasi listrik jika terjadi korsleting.

Untuk menanggulanginya perlu dibuat kelompok siaga bencana di tingkat RT/RW yang mengimbau masyarakat tentang bahaya kebakaran, serta waspada penggunaan dan pemasangan instalasi listrik yang kurang tepat. Sehingga, menurut Yayat, pencegahannya harus diperkuat agar insiden kebakaran bisa diminimalisasi.

"Jadi saya pikir, peran RT dan RW itu sangat penting dalam meningkatkan kewaspadaan akan kebakaran," ucap Yayat.

Selain itu, dia menyarankan, petugas pemadam kebakaran juga harus mengedukasi masyarakat tentang penanganan kebakaran yang benar dan tepat, seperti membuat pelatihan atau simulasi penanganan kebakaran. Sehingga saat kebakaran baru terjadi, masyarakat tidak panik dan bisa mengatasinya terlebih dulu.

"Kasihan sebetulnya dinas pemadam kebakaran. Itukan mereka hanya ujung yang memadamkan, pembinaan itu yang lebih penting daripada sekadar memedamkan," ujar Yayat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement