REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman mengatakan, peristiwa pembunuhan terhadap staf KPU Yahukimo menjadi pelajaran berharga bagi jajaran penyelenggara pemilu. Ia meminta penyelenggara pemilu harus menjalankan tugas dengan sangat hati-hati dan waspada.
"Memperhatikan juga situasi sekitar, kita tetap harus menjalankan tugas-tugas kita dengan baik," ujar Arief dalam konferensi pers yang disiarkan daring, Rabu (12/8).
Selain itu, ia berharap dukungan aparat keamanan untuk mengamankan dan menjaga petugas penyelenggara pemilu. Bukan hanya pengamanan terhadap kantornya saja, melainkan juga proses dan tahapan Pilkada 2020 yang sedang berlangsung saat ini.
Arief berharap, peristiwa pembunuhan ini tidak terulang kembali. Ia mengatakan, KPU akan berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk menjamin proses pelaksanaan pilkada tidak lagi menimbulkan kejadian yang membahayakan penyelenggara pemilu.
"Kami bisa berkoordinasi terus dengan aparat keamanan untuk menjamin bahwa proses penyelenggaran ini, penyelenggaraan pilkada ini, tidak lagi menimbulkan kejadian-kejadian yang membuat beberapa pihak kemudian khawatir, risau, bahkan mungkin ragu dan takut untuk bisa terlibat di dalam penyelenggaraan tahapan pilkada," kata Arief.
Dalam konferensi pers itu, hadir Ketua KPU Provinsi Papua Theodorus Kossay. Ia sedang berada di Jakarta saat peristiwa pembunuhan staf KPU Yahukimo, untuk berkonsultasi dengan KPU RI terkait penyelenggara pemilihan.
Ia juga menyampaikan kronologis pembunuhan staf KPU Yahukimo Hendrik Johpinski (25) oleh orang tak dikenal (OTK), berdasarkan kronologis yang sudah disampaikan Kapolda Papua. Ia memaparkan, saat kejadian tersebut, Hendrik Johpinski sedang dalam perjalanan kembali ke kantor bersama staf yang lain, Kenan Mohi (38).
Keduanya pergi dari kantor untuk mengantar obat kepada Karolina Pahabol (30), istri Kenan Mohi, yang sedang sakit. Dalam perjalanan pulang dari rumah kembali ke kantor, sekitar pukul 14.30 WIT, mereka diadang oleh orang tak dikenal di dekat jembatan dengan kali yang deras.
"Pertama bertemu dengan dua saudara ini ditanya, kamu orang mana. Kemudian ditanya mana KTP-nya, lalu ditanya saya orang Indonesia. Kemudian, dibacoklah langsung. Ditusuk di belakang kemudian korban jatuh pingsan," tutur Theo.
Kemudian, muncul lagi orang yang tidak dikenal lainnya. Sementara Kenan Mohi ingin menolong korban dengan berteriak tolong sebanyak tiga kali, tetapi tidak ada warga sekitar yang mendengar karena suara air yang lebih besar.
Kenan Mohi juga diancam untuk dibunuh sebelum bisa melarikan diri ke rumah dan memberitahukan istrinya. Istrinya melapor ke pihak kepolisian di Yahukimo. Kenan Mohi dan istrinya kini menjadi saksi dan dimintai keterangan oleh kepolisian.