REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Mahfud MD terkait pembahasan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Komnas HAM meminta pembahasan itu terbuka.
Pelibatan tentara itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tertanggal 9 Mei 2019 tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia Dalam Mengatasi Aksi Terorisme teekait amanat oleh Pasal 43I ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 2018.
"Meminta agar pembahaan terhadap Ranperpres dilakukan secara terbuka dan transparan," kata Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam dalam pesan singkatnya pada Republika, Selasa (11/8).
Secara kelembagaan, Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada Presiden RI melalui surat No. 056/TUA/VI/2020, tertanggal 17 Juni 2020 terkait perkara ini. Komnas HAM memandang, keterbukaan dan transparansi ini sebagai bagian dari proses pembentukan hukum yang menghormati hak partisipasi publik yang diatur dalam UUD 1945, Uu No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Komnas HAM juga meminta Ranperpres tetap berlandaskan pada kerangka criminal justic sytem bukan war model sebagaimana spirit dalam UU No. 5 Tahun 2018.
"Peran TNI dalam pemberantasan tindak pidana teeorisme bersifat bantuan dan hanya operasi militer," kata Choirul. Hal ini tertuang dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) khususnya Pasal 7 ayat (3) sehingga seharusnya bersifat ad hoc, didasarkan pada politik negara, dan anggaran dari APBN.
Pemerintah juga diminta melakukan harmonisasi dan meletakan kepolisian dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai instansi utama dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme, sehingga tidak akan tumpang tindih dalam implementasi dan tata kelola dengan lembaga lain.
"Berdasarkan hal tersebut, penting kembali pemerintah untuk membawa upaya pemberantasan terorisme dalam kerangka penegakan hukum pidana sebagai perwujudan negara hukum yang menghormati HAM dan demokrasi," ujar Choirul.
Pemerintah harus mengendalikan peran militer pada profesionalisme sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan TAP MPR terkait pemisahan polri dan TNI.