Senin 10 Aug 2020 14:05 WIB

Langgar Netralitas, Tjahjo: Ada Motif Pertahankan Jabatan

Sanksi ASN yang terlibat secara langsung harus bisa diberhentikan dengan tidak hormat

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Tjahjo Kumolo mengatakan, salah satu penyebab aparatur sipil negara (ASN) melanggar netralitas dalam pilkada yakni adanya motif mendapatkan atau mempertahankan jabatan, materi, maupun proyek. Berdasarkan hasil survei Komisi ASN (KASN) tahun 2018, motif tersebut dalam penyebab pelanggaran netralitas ASN sebanyak 43,4 persen.

"Adanya motif dalam upaya mempertahankan jabatan atau mempertahankan sebagai pimpro (pemimpin proyek), misalnya," ujar Tjahjo dalam webinar yang digelar KemenPAN-RB, Senin (10/8).

Dia juga mencontohkan, terjadi di suatu daerah seorang kepala sekolah atau kepala dinas menjadi tim sukses pasangan calon kepala daerah. Mereka tetap menduduki jabatannya bahkan merangkap sebagai pemimpin proyek.

"Pasti memikirkan pimpronya daripada mengurusi tugas utama sebagai kepala daerah," kata Tjahjo.

Selain itu, Tjahjo juga menyebutkan penyebab pelanggaran netralitas ASN lainnya, yaitu adanya hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dengan calon kepala daerah (15,4 persen). Kemudian, kurangnya pemahaman aturan atau regulasi tentang netralitas ASN (12,1 persen) dan adanya intervensi atau tekanan dari pimpinan atau atasan (7,7 persen).

"Saya kira ini harus dicermati, paling mengarahnya contoh urusan PU (pekerjaan umum), urusan kesehatan, urusan pendidikan, urusan infrastruktur," tutur Tjahjo.

Di samping itu, penyebab terjadinya pelanggaran netralitas ASN antara lain kurangnya integritas ASN untuk bersikap netral (5,5 persen), ketidaknetralan ASN masih dianggap hal lumrah (4,9 persen), dan pemberian sanksi masih lemah (2,7 persen). Dengan demikian, dia meminta, sanksi tegas tanpa pandang bulu diberikan kepada setiap pelanggar netralitas ASN.

Menurut dia, apabila pelanggar netralitas ASN hanya diganjar sanksi peringatan secara tertulis, tidak ada gunanya. Sanksi bagi ASN yang terlibat secara langsung harus bisa diberhentikan dengan tidak hormat atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, maupun penurunan pangkat atau jabatan.

Tjahjo mengatakan, sanksi tersebut dapat diberikan juga kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK) di masing-masing instansi yang tidak menindaklanjuti rekomendasi pemberian sanksi dari KASN. KemenPAN-RB bersama Kementerian Dalam Negeri, KASN, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sedang mempersiapkan surat keputusan bersama (SKB).

SKB lima kementerian/lembaga tersebut menjadi pedoman pedoman pengawasan netralitas ASN dalam pilkada serentak tahun ini. SKB mengatur tata cara penanganan atas dugaan pelanggaran netralitas ASN.

"Kalau sampai ada calon pilkada ini ikut merekrut, ikut menggerakkan, apalagi incumbent ikut menekan anak buahnya baik anggarannya, programnya, maupun perannya, saya kira secara etika juga harus diberikan sanksi yang tegas," tutur Tjahjo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement