REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera merespons prediksi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bahwa ada 31 daerah calon tunggal pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Ia mengatakan calon tunggal merupakan musibah demokrasi.
"Kian banyaknya calon tunggal tanda demokrasi yang tidak sehat," kata Mardani kepada Republika, Jumat, (7/8).
Untuk mencegah banyaknya calon tunggal, ia memandang ambang batas pilkada perlu diturunkan. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengusulkan agar syaratnya 5-10 persen kursi saja.
Menurutnya angka tersebut cukup untuk mencegah munculnya calon tunggal. "Itu memudahkan banyaknya partai mencalonkan pasangan," ujarnya.
Anggota Komisi II DPR lainnya Guspardi Gaus mengklaim partainya telah lebih dulu mengusulkan hal tersebut. "PAN adalah partai inisiator terhadap bagaimana persyaratan itu tidak dipersulit," ungkapnya.
Sebelumnya Perludem memperkirakan, calon tunggal melawan kotak kosong akan terjadi di 31 daerah pada Pilkada 2020 mendatang. Daerah potensial itu terdiri dari 26 kabupaten dan lima kota dari 270 daerah yang menggelar pilkada serentak tahun ini.
"Tetapi ini masih bisa berubah karena masih sangat dinamis, tahu sendiri proses pencalonan di pilkada kita cenderung injury time," ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini dalam diskusi virtual, Selasa (4/8).
Titi menyebutkan, dari 31 daerah, 20 di antaranya menunjukkan kecenderungan calon tunggal yang kuat. Titi memaparkan, 20 daerah itu antara lain Kota Semarang, Kota Surakarta/Solo, Kebumen, Grobogan, Sragen, Wonosobo, Ngawi, Wonogiri, Kediri, Kabupaten Semarang, Kabupaten Blitar, Banyuwangi, Boyolali, Klaten, Gowa, Sopeng, Pematang Siantar, Balikpapan, dan Gunung Sitoli.