Rabu 05 Aug 2020 10:08 WIB

Jokowi Minta Pilkada Aman dari Covid, tak Munculkan Klaster

Jokowi juga menekankan agar penyelenggaraan pilkada semakin berkualitas.

Rep: Dessy Suciati Saputri, Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Presiden RI, Joko Widodo
Foto: BPMI
Presiden RI, Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta penyelenggaraan Pilkada Serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020 nanti agar aman dari Covid-19. Ia tak ingin, pilkada memunculkan klaster baru.

“Karena penyelenggaraan pilkada ini diselenggarakan di tengah situasi pandemi yang kita harapkan tetap berjalan secara demokratis, luber jurdil, tapi yang paling penting adalah tetap aman Covid,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas persiapan pelaksanaan pilkada serentak di Istana Merdeka, Rabu (5/8).

Baca Juga

Jokowi pun menekankan agar penyelenggaraan pilkada harus semakin berkualitas dan juga memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan seluruh pihak yang terlibat baik para petugas, peserta, dan juga pemilih. Agar aman dari Covid, penerapan protokol kesehatan menjadi kunci utama sehingga tak menimbulkan adanya klaster baru saat penyelenggaraan pilkada nanti.

“Penerapan protokol kesehatan harus betul-betul menjadi sebuah kebiasaan baru dalam setiap tahapan di pilkada sehingga tidak nantinya menimbulkan klaster baru atau gelombang baru dari Covid yang kontra produktif,” jelasnya.

Penyelenggaraan pemilu baik nasional maupun lokal di masa pandemi ini juga telah dilakukan oleh beberapa negara lainnya seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan. Jokowi pun menekankan, baik pemerintah dan KPU memberikan perhatian dan prioritasnya terhadap kesehatan dan keselamatan seluruh pihak yang terlibat dalam pilkada nanti.

“Sehingga dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat akan memberikan rasa aman dan yang kita harapkan tingkat partisipasi pemilih tetap pada kondisi yang baik,” tambah dia.

Jokowi mengatakan, penyelenggaraan pilkada di masa pandemi ini justru harus dimanfaatkan untuk melakukan berbagai terobosan dan inovasi baru.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman mengatakan, energi dan biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan Pilkada 2020 sudah sangat besar. Oleh karena itu, dia mengharapkan pilkada tak lagi ditunda.

Menurut Arief, memang ada ruang untuk menunda tahapan pilkada dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang sudah ditetapkan menjadi UU Pilkada. Akan tetapi, Arief menyebutkan, biaya yang sudah dihabiskan untuk melaksanakan tahapan pilkada sebelum pemungutan suara mencapai Rp 1 triliun.

"Pertama untuk menyelenggarakan tanggal 23 September 2020, kita menetapkan itu tahapan sudah berjalan. Kalau dihitung, sudah habis sekitar Rp 1 triliun seluruh Indonesia, kemudian kita lakukan penundaan ke 9 Desember," kata dia.

Sejumlah tahapan pilkada sudah berjalan sebelum akhirnya hari pemungutan suara ditunda dari 23 September menjadi 9 Desember 2020 akibat pandemi Covid-19. Pelaksanaan tahapan sudah menghabiskan biaya dan energi, bahkan hasil kerja itu ada yang tidak berlaku lagi atau hangus pascapenundaan.

Arief mencontohkan, sebelum KPU memutuskan menunda Pilkada, jajarannya sudah melakukan sosialisasi pemungutan suara digelar 23 September 2020. Akan tetapi, karena adanya penundaan, sosialisasi itu terpaksa hangus, karena pencoblosan berubah menjadi 9 Desember 2020.

Hal serupa akan terulang jika pilkada kembali ditunda. Apalagi, KPU sudah melaksanakan tahapan lanjutan prapemungutan suara mulai 15 Juni, seperti verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, serta pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih.

"Untuk 9 Desember yang sudah kita tetapkan dan tahapannya sudah berjalan untuk verifikasi faktual, coklit, berapa banyak energi yang sudah kita keluarkan untuk itu," lanjut Arief.

photo
Kontroversi Pilkada di tengah pandemi Covid-19. - (Berbagai sumber/Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement