REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Sugiarto Tjandra dinilai tak patut mendapat pemotongan masa hukuman alias remisi. Sebab, Djoko dianggap tak memenuhi syarat mendapat remisi.
Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, salah satu syarat utama dalam pemberian remisi adalah berkelakuan baik. Remisi itu diberikan setelah napi menjalankan hukuman satu tahun.
"Khusus untuk Djoko Tjandra tidak boleh dapat remisi karena dengan buron selama hampir 12 tahun itu sudah indikator bahwa kelakuannya tidak baik karena itu tidak memenuhi syarat untuk dapat remisi," kata Abdul Fickar saat dihubungi Republika, Ahad (2/7).
Sebagaimana diketahui, sebelum kabur menjadi buron, Djoko divonis dua tahun penjara dan harta kekayaan di Bank Bali disita. Namun, kata Abdul Fickar, Djoko bisa juga dipidana dengan pidana baru, yakni terkait pelariannya yang melibatkan adanya surat palsu.
Dalam kasus surat palsu yang melibatkan Jenderal berbintang di Bareskrim Polri itu, Djoko Tjandra bisa dituntut dengan Pasal 5 KUHP sebagai tersangka intellectual leader.
Demikian juga jika ada bukti pemberian dan penerimaan uang kepada polisi, jaksa, Imigrasi dan kelurahan dalam pembuatan KTP, maka menurut Abdul Fickar Djoko Tjandra bisa dijerat pasal 12 ayat 1 dan 2 UU Tindak Pidana Korupsi. "Ancaman maksimalnya 20 tahun," ujar dia menambahkan.
Saat ini, Djoko Tjandra tengah menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Bareskrim Polri. Kepolisian menahan Djoko untuk mendalami kasus surat jalan yang melibatkan jenderal di lingkungan Bareskrim Polri.