REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menilai keputusan Kejaksaan Agung (Kejakgung) yang menghukum Jaksa Pinangki Sirna Malasari, terkait skandal Djoko Tjandra, berupa pencopotan jabatan masih ringan. MAKI menilai, pemberian sanksi berupa non-job terhadap Pinangki, seperti upaya mengaburkan persoalan utama dalam skandal Djoko Tjandra yang melibatkan Korps Adhyaksa.
"Sanksi pencopotan itu, belum cukup. Semestinya Kejaksaan Agung memberhentikan dia (Jaksa Pinangki) dengan tidak hormat, dan dikeluarkan dari lembaga kejaksaan," kata Kordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Kamis (30/7).
Boyamin punya alasan mengapa Kejakgung semestinya memecat Pinangki. Kata dia, sudah terbukti Pinangki, sebagai jaksa melakukan perjumpaan dengan buronan institusinya sendiri, yakni Djoko Tjandra. Pengakuan dari pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking saat diperiksa tim pemeriksa di Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejakgung, Senin (27/7) membenarkan terjadinya pertemuan antara dirinya dengan Pinangki, bersama Djoko Tjandra di Malaysia.
"Pengakuan Anita Kolopaking itu, semestinya sudah kuat untuk menjadi dasar pencopotan Pinangki," ujar Boyamin.
Sebelumnya Jamwas mengakui adanya aktivitas perjalanan dinas ilegal yang dilakukan Pinangki sepanjang 2019. Pinangki, diketahui sembilan kali mondari-mandir Indonesia-Singapura-Malaysia, untuk tujuan yang diduga menemui Djoko Tjandra. Perjalanan ke luar negeri itu, Pinangki lakukan tanpa adanya izin dari atasannya di kejaksaan.
Namun, Boyamin mengungkapkan, adanya dokumen perjalanan ilegal lainnya yang dilakukan Pinangki di Amerika Serikat (AS) sebanyak dua kali. Rutinitas Pinangki ke luar negeri itu, menurut Boyamin, tak mungkin dilakukan pada waktu yang singkat. Sehingga menurut Boyamin, ada kemungkinan Pinangki kerap mengabaikan pekerjaannya sebagai pejabat di Kejakgung.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menerangkan, kasus Pinangki saat ini, sebetulnya masih dalam ranah tindakan pengawasan. Penyilidikan berupa pemeriksaan dan klarifikasi, sudah membuktikan terjadinya pelanggaran berat berupa pengingkaran kode etik dan disiplin yang dilakukan Pinangki sebagai jaksa.
"Perlu dipahami, terkait masalah ini, yang dilakukan kejaksaan, baru dalam bentuk pengawasan. Belum pada proses inspeksi," kata Hari, Rabu (29/7).
Proses inspeksi, memberi peluang peningkatan masalah ke ranah penyidikan. Kata Hari, sanksi pencopotan Pinangki dari jabatan struktural di Kejakgung, masih memberi peluang baginya melakukan pembelaan. "Kita tunggu biasanya tujuh hari untuk yang bersangkutan (Pinangki) menerima atau tidak sanksi yang sudah diberikan," kata Hari menambahkan.
Kejakgung mencopot jabatan struktural Jaksa Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejakgung, pada Rabu (29/7). Hukuman tersebut, setelah Jamwas menyatakan Pinangki terbukti melanggar kode etik dan disiplin kejaksaan. Pinangki, terbukti melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin atasan selama sembilan kali sepanjang 2019. Ada dugaan, dinas ilegal mancanegera itu, dilakukan Pinangki untuk menemui buronan Kejakgung Djoko Tjandra.