Selasa 28 Jul 2020 19:17 WIB

Pariaman Jadi Contoh Buka Sekolah di Zona Hijau Pun tak Aman

Pemerintah diminta fokus memperbaiki PJJ daripada berencana membuka kembali sekolah.

Sejumlah siswa membawa buku untuk belajar di rumah, di SMA 3 Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (21/7). Pemkot Pariaman kembali menutup seluruh sekolah dan meniadakan belajar tatap muka pasca ditemukannya guru di daerah itu yang positif Covid-19.
Foto: ANTARA/Iggoy el Fitra
Sejumlah siswa membawa buku untuk belajar di rumah, di SMA 3 Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (21/7). Pemkot Pariaman kembali menutup seluruh sekolah dan meniadakan belajar tatap muka pasca ditemukannya guru di daerah itu yang positif Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Mabruroh, Ali Mansur, Febrianto Adi Saputro, Inas Widyanuratikah

Isyarat pemerintah yang akan membuka kembali sekolah tidak hanya di daerah zona hijau Covid-19 mendapat sorotan tajam di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan kalangan DPR. Pemerintah diminta berkaca pada Pariaman, Sumatera Barat, di mana belakangan ditemukan kasus Covid-19 di sekolah yang notebene berstatus daerah zona hijau.

Baca Juga

“Kesehatan dan keselamatan anak-anak harus jadi pertimbangan utama dan pertama," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, Selasa (28/7).

Retno menyarankan kepada pemerintah untuk terlebih dahulu memperbaiki pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan menyiapkan infrastruktur serta budaya normal baru sebelum membuka sekolah dan memungkinkan pembelajaran tatap muka. Dorongan tersebut, kata Retno, didasarkan dari beberapa contoh kasus pembukaan sekolah di zona hijau yang kemudian memunculkan klaster baru penularan Covid-19.

Contoh kasus terjadi di Pariaman, Sumatera Barat, dan kasus di pondok pesantren (ponpes) yang menjadi klaster baru Covid-19. Pada 20 Juli 2020, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pariaman, Kanderi, mengatakan ada guru dan operator sekolah yang diketahui positif Covid-19 setelah dilakukan tes swab massal terhadap 1.500 guru yang ada di Kota Pariaman.

Guru yang bersangkutan sempat melakukan pembelajaran tatap muka sejak 13 Juli 2020. Seperti diketahui, Pariaman merupakan satu dari empat wilayah yang dinyatakan zona hijau di Sumatera Barat.

Kemudian, pada 30 Juni 2020, Kepala Bagian Pendidikan Kantor Kemenag Kota Tangerang Yana Karyana, kata Retno, juga mengatakan bahwa lima pengajar di sebuah ponpes di Karawaci, Kota Tangerang, sudah dalam perawatan di sebuah rumah sakit. Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang mengatakan akan menghentikan sementara kegiatan di ponpes itu setelah lima pengajarnya terpapar Covid-19.

Selanjutnya, Retno juga mengatakan bahwa pada 17 Juli 2020, 35 santri terindikasi positif Covid-19 dari klaster Ponpes Sempon di Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Sebelumnya, jumlah penghuni Ponpes Sempon terkonfirmasi positif sembilan orang, tetapi pada 17 Juli 2020 bertambah 26 orang sehingga total menjadi 35 orang.

Pada 20 Juli 2020, Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni mengumumkan tambahan 11 pasien positif Covid-19 di Ponorogo. Sebanyak delapan dari 11 pasien positif itu merupakan santri Pondok Modern Darussalam Gontor 2 di Kecamatan Siman, Ponorogo. Sehingga, ada 51 santri Pondok Gontor 2 yang dinyatakan positif Covid-19 hingga saat ini.

Retno juga menuturkan, KPAI telah melakukan pengawasan langsung ke 15 sekolah di jenjang SD, SMP, SMA/SMK di Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, Tangerang Selatan dan kota Bandung pada Juni 2020 yang lalu. Hasilnya, dari 15 sekolah hanya 1 sekolah yang benar-benar siap secara infrastruktur kenormalan baru, yaitu SMKN 11 kota Bandung.

Kemudian ada lima sekolah yang mulai menyiapkan infrastruktur, itupun kata Retno hanya sebatas menyiapkan wastafel beberapa buah di tempat-tempat yang strategis di lingkungan sekolah. Kemudian sembilan sekolah lainnya belum menyiapkan apapun kecuali sabun cuci tangan di wastafel yang memang sudah dibangun jauh sebelum pandemi Covid-19.

Selama melakukan pengawasan langsung sambung Retno, KPAI juga mengecek langsung kondisi toilet sekolah, mencoba wastafel yang berada di sekolah apakah rusak atau tidak dan apakah ada airnya atau tidak, juga ke ruang kelas apakah kursi dan meja sudah disusun setengah dari jumlah siswa selama ini. Kemudian juga melihat apakah disediakan ruang isolasi sementara untuk mengantisipasi adanya warga sekolah yang suhunya di atas 37,5 derajat.

Untuk pembelajaran, KPAI juga memeriksa apakah sudah dipikirkan jadwal pelajaran ketika masuk separuh siswa. Misalnya jumlah siswa 36 per kelas berarti ada 18 siswa yang belajar di rumah dan ada 18 siswa yang belajar tatap muka, bagaimana dengan modul untuk siswa yang belajar dari rumah karena gurunya pasti berat bebannya ketika harus melakukan pembelajaran luring dan daring dalam waktu yang bersamaan.

“Apakah para guru sudah disiapkan untuk itu semua oleh sekolah maupun oleh dinas pendidikan setempat?” kata Retno

Kemendikbud ujar Retno, seharusnya menjadi motor penggerak dalam mempersiapkan kenormalan baru di pendidikan. Bisa dilakukan dengan mempersiapkan protokol kesehatan dan daftar periksa yang kemudian disampaikan ke seluruh Dinas Pendidikan untuk dilakukan rapat koordinasi secara berjenjang.

“Mulai dari Kemendikbud dengan kepala-kepala Dinas Pendidikan, kemudian Dinas-dinas Pendidikan melakukan rapat koordinasi dengan sekolah-sekolah, dan sekolah-sekolah melakukan rapat koordinasi dengan para guru. Selanjutnya para wali kelas melakukan sosialisasi kepada seluruh orangtua  dan siswa di kelasnya,” tutur Retno.

Namun selama pengawasan itu, Retno mengaku pihaknya belum melihat upaya-upaya tersebut. Karena itu ia mengaku sangat menyangsikan rencana pemerintah untuk kembali membuka sekolah-sekolah.

“Tidak bisa menggunakan (slogan) Merdeka Belajar dalam situasi seperti ini, dengan seolah memerdekakan semua daerah dan sekolah untuk tatap muka. Kebijakan seharusnya berbasis data, bukan coba-coba. Apalagi ini soal keselamatan dan kesehatan anak-anak Indonesia, untuk anak sebaiknya jangan coba-coba,” urai Retno.

Senada dengan Retno, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menyarankan pemerintah lebih memprioritaskan perbaikan sistem PJJ daripada membuka sekolah. Masih tingginya jumlah kasus Covid-19 menjadi alasan.

"Menurut saya jangan dulu. mungkin pertimbangan dibukanya adalah karena kesulitan yang dihadapi besar sekali dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Ini tidak mendesak dan urgensi utama kita sekarang adalah kesehatan dan keselamatan anak-anak," ungkap Hetifah, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (28/7).

Bahkan, menurut Hetifah, sudah ditegaskan berulang oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Kemendikbud sebaiknya fokus saja peningkatan PJJ dibandingkan memutuskan pembukaan sekolah di luar zona hijau yang sulit sekali dimonitor apakah protokolnya terpenuhi.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad juga meminta pemerintah mengkaji secara mendalam terkait rencana membuka kembali belajar tatap muka di sekolah-sekolah yang berada di luar zona hijau. Menurutnya, sulit mendisiplinkan anak-anak dalam menjalankan protokol Covid-19.

"Jangan sampai di sekolah itu menjadi klaster baru bagi Covid-19," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/7).

Dasco mengakui, bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh masih ditemukan banyak kendala dan keterbatasan, terutama keterbatasan jangkauan internet di sejumlah daerah. Ia mengusulkan agar pemerintah bisa memberikan kuota gratis kepada siswa agar tetap bisa bersekolah dengan jarak jauh.

"Oleh karena itu langkah konkret yang kami opsikan kemarin adalah bagaimana pemerintah bisa memberikan kuota internet gratis kepada anak-anak yang kemudian harus belajar dari rumah, dan memang kalau ini berkepanjangan, ya bisa nanti menurunkan SDM anak-anak yang masa usia sekolah," ujarnya.

Kemendikbud hari ini menanggapi isyarat Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang akan memperbolehkan pembelajaran tatap muka di luar zona hijau. Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Naim mengatakan, pihaknya masih akan tetap memprioritaskan kesehatan meskipun pembelajaran tatap muka dimulai kembali.

"Jadi memang kita tetap memprioritaskan kesehatan dan keselamatan, bagaimanapun ini tetap paling penting. Namun, kita juga harus menjaga proses belajar, ini tidak boleh berhenti," kata Ainun, dalam telekonferensi, Selasa (28/7).

Ia menambahkan, pihaknya saat ini sedang melakukan evaluasi soal pembelajaran tatap muka di luar zona hijau. Saat ini, zona yang sedang dikaji untuk dilakukan pembelajaran tatap muka adalah zona kuning.

Namun, lanjut dia, peraturan yang ditetapkan berkaitan dengan pembelajaran tatap muka di zona kuning akan lebih ketat dari zona hijau. "Misalnya jumlah anaknya lebih sedikit, pertemuannya mungkin juga diatur sedemikian rupa sehingga risikonya itu bisa diperkecil. Memang itu sedang dianalisis," kata Ainun.

Sebelumnya, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, pemerintah saat ini mengkaji pelonggaran PJJ. Kegiatan belajar tatap muka secara terbatas direncanakan juga akan diterapkan di sekolah di luar zona hijau.

Doni sebelumnya juga menjelaskan, jika kegiatan belajar mengajar dibuka untuk zona kuning, harus ada persyaratan yang harus dipenuhi. Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain pembatasan frekuensi kegiatan siswa dan pembatasan jumlah murid di dalam kelas.

photo
New Normal di Sekolah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement