Selasa 28 Jul 2020 16:20 WIB

Epidemiolog Kecewa dengan Cara Pemerintah Tangani Pandemi

Pemerintah dinilai sejak awal berfokus memulihkan perekonomian negara.

Seorang anak bermain di samping mural bertema COVID-19 di Jakarta, Senin (27/7/2020). Berdasarkan data dari Satgas Penanganan COVID-19 per 27 Juli 2020, kasus positif COVID-19 di Indonesia telah mencapai 100.303 kasus, dimana 58.173 orang dinyatakan sembuh dan 4.838 orang meninggal dunia.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Seorang anak bermain di samping mural bertema COVID-19 di Jakarta, Senin (27/7/2020). Berdasarkan data dari Satgas Penanganan COVID-19 per 27 Juli 2020, kasus positif COVID-19 di Indonesia telah mencapai 100.303 kasus, dimana 58.173 orang dinyatakan sembuh dan 4.838 orang meninggal dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Jumlah positif Covid-19 di Indonesia telah resmi menembus angka psikologis 100 ribu kasus pada Senin (27/7). Keseriusan pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid-19 pun dipertanyakan saat laju kasus baru Covid-19 tampak tidak berhasil ditekan.

Baca Juga

"Pemerintah saja enggak ada niat mau menekan angka penularan, jadi mau bagimana lagi," kata Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono, saat dihubungi pada Selasa (28/7).

Pandu menegaskan, ketidakseriusan pemerintah dalam menanggulangi pandemi sudah pasti berbuntut pada peningkatan infeksi termasuk kasus harian. Menurutnya, pemerintah perlu menerapkan aturan tegas agar angka penularan virus bisa dikurangi.

"Saya tidak pasrah, tapi kecewa berat, dan sudah tidak percaya pada keseriusan pemerintah," kata Pandu.

Pada saat yang bersamaan, dia menilai wajar peningkatan angka penularan yang terjadi di tengah masyarakat. Menurutnya, pemerintah sejak awal lebih berfokus memulihkan perekonomian negara yang terdampak dari penyebaran wabah dan bukan menanggulangi pandemi yang terjadi.

Dengan orientasi lebih berat kepada pemulihan ekonomi, menurut Pandu, bukan menjadi pilihan bagi pemerintah untuk menghentikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi dan kembali menerapkan PSBB seperti awal. Kembali ke PSBB awal, tentunya akan memberikan pukulan yang sama kepada perekonomian nasional.

"Balik ke PSBB awal itu enggak mungkin, itu bukan pilihan. Semua tergantung pemerintah, mereka kan maunya menghidupkan ekonomi bukan menanggulangi pandemi," sindirnya.

Pandu mengatakan, kebijakan yang dilakukan pemerintah selalu berpaku pada pemulihan ekonomi. Dia menilai bahwa pemerintah kerap memberikan bantuan langsung kepada masyarakat dan kebijakan lain, namun tidak pernah berbicara bagaimana menanggulangi pandemi secara serius.

Menurutnya, resiko ekonomi patut diambil kalau memang itu dapat menanggulangi pandemi yang saat ini terjadi. Dia mengatakan, penyebaran wabah yang terlalu dalam akan membuat pandemi semakin sulit dikendalikan.

"Jadi kalau mau menaggulangi pandemi ya ayo menanggulangi pandemi jangan hanya fokus di ekonomi. Enggak ada masalah kalau ekonomi jadi korban karena kalau ekonomi kan bisa diatur tapi yang enggak bisa diatur kan pandeminya," katanya.

Pandu Riono sebelumnya memperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi pusat Covid-19 ketiga di Asia. Menurutnya, lonjakan kasus akan terus terjadi kecuali pemerintah menerapkan langkah-langkah lebih ketat.

 
"Pemerintah saja enggak ada niat mau menekan angka penularan, jadi mau bagimana lagi," kata Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono.

Pandu memprediksi tingkat infeksi Covid-19 akan terus meningkat hingga September atau Oktober. Angkanya dapat mencapai 4.000 kasus per hari.

"Kalau tidak ada langkah-langkah ketat maka bukan tidak mungkin hal itu akan benar terjadi," kata, kepada salah satu media asing.

Tren penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia memang masih menunjukkan kenaikan secara konsisten. Sejak 23 Juni hingga kemarin, penambahan kasus positif Covid-19 di Tanah Air selalu di atas 1.000 orang setiap harinya.

Pada Senin (27/7), kasus positif bertambah 1,525 orang dalam satu hari terakhir. Angka ini melambungkan Indonesia masih dalam deretan negara-negara dengan jumlah kasus positif Covid-19 lebih dari 100 ribu orang.

Memburuknya penularan Covid-19 di Tanah Air juga terlihat dari penambahan jumlah daerah berisiko tinggi-sedang. Tercatat, porsi daerah zona merah pada per 26 Juli 2020 bertambah menjadi 10,31 persen, dari sebelumnya pada 19 Juli 2020 tercatat hanya 6,81 persen.  Terjadi penambahan zona merah dari 35 kabupaten/kota menjadi 53 kabupaten/kota.

Sementara daerah zona oranye juga terpantau bertambah menjadi 35,99 persen, dari sebelumnya hanya 32,88 persen. Jumlah daerah zona oranye bertambah dari 169 kabupaten/kota menjadi 185 kabupaten/kota.

Epidemiolog UI lainnya, Syahrizal Syarif, menilai, Indonesia masih belum menyentuh puncak penularan Covid-19 lantaran angka suspek yang masih tinggi. Jumlah suspek Covid-19 di Indonesia diketahui tercatat sebanyak 54.910 orang.

Sedangkan angka positivity rate Indonesia masih cukup tinggi, 12,4 persen. Positivity rate ini menggambarkan rasio kasus positif berbanding total orang yang sudah dites. Semakin kecil angka positivity rate memberi gambaran bahwa jumlah orang yang dites semakin banyak.

"Indonesia belum puncak karena angka suspek masih tinggi. Dari 50 ribuan (suspek), kalau diperiksa hari ini semua maka kita dapat kasus tambahan baru minimal 5.000 orang. Itu dengan positivity rate 10 persen," ujar Syahrizal, Senin (27/7).

Ekonomi juga penting

Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menegaskan, pemerintah masalah penanggulangan pandemi Covid-19 bukan hanya tentang kesehatan, melainkan juga ekonomi. Oleh karena itu, diterbitkan kebijakan baru berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2020.

"Melalui Perpres Nomor 82 Tahun 2020, pemerintah telah mengantisipasi dengan menggabungkan penyelesaian masalah multidimensional akibat Covid-19, yaitu kesehatan dan ekonomi. Dua kekuatan yang digabung menjadi satu sehingga penanganan COVID-19 bisa lebih cepat," ujarnya saat berbicara di konferensi pers virtual akun youtuber saluran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat (24/7) pekan lalu.

Wiku mengungkapkan, bahwa penyelesaian di bidang ekonomi dapat mendukung penyelesaian masalah di bidang kesehatan menjadi lebih cepat. Dengan terbitnya Perpres Nomor 82 Tahun 2020, kata Wiku, tidak ada perubahan dalam ruang lingkup pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pusat maupun daerah.

"Tidak ada perubahan dalam lingkup tugas yang dilakukan, bahkan kekuatan ditambah dengan kebijakan ekonomi sehingga menjadi satu kesatuan kekuatan Indonesia bisa bangun menghadapi situasi pandemi Covid-19," katanya.

Wiku menambahkan, bahwa masalah ekonomi yang tidak selesai akan menimbulkan masalah kesehatan yang efeknya bisa lebih besar. Tidak hanya Covid-19, ia menyebutkan Indonesia juga memiliki permasalahan kesehatan lainnya seperti tuberkulosis (TBC), HIV/AIDS, dan kekerdilan (stunting). Jika tidak ditangani dari aspek ekonominya, maka akan pihaknya khawatir muncul masalah kesehatan yang efeknya lebih besar.

"Inilah yang kita kerjakan agar penyelesaian COVID-19 dapat menyelesaikan permasalahan lainnya. Prinsip yang kita gunakan adalah menyelesaikan bencana tidak boleh menimbulkan bencana lain," katanya.

Pada Senin (27/7), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menekankan, bahwa pemulihan ekonomi nasional sangat tergantung pada penanganan Covid-19 dan aktivitas ekonomi semester II.

"Untuk pemulihan kita sendiri sangat tergantung dengan penanganan Covid-19 dan semester II," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin.

Sri Mulyani mengatakan apabila penanganan Covid-19 efektif dan berjalan seiring dengan pembukaan aktivitas ekonomi, maka ekonomi bisa pulih pada kuartal III dengan pertumbuhan positif 0,4 persen dan kuartal IV akan akselerasi ke tiga persen.

"Kalau itu terjadi maka ekonomi kita secara keseluruhan tahun akan tetap berada di zona positif," ujar Sri Mulyani.

Dia menyampaikan hal itulah yang sedang ditekankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada jajaran menteri dan pemerintah daerah (pemda). Agar, semua tetap dalam skenario pemulihan ekonomi.

"Sehingga ekonomi tetap berjalan pada zona positif pada kuartal III pada 0-0,4 persen dan di kuartal IV 2-3 persen, sehingga total perekonomian kita bisa tetap tumbuh positif di 2020 ini," kata Sri Mulyani.

Oleh karena itu Sri Mulyani mengatakan desain APBN 2021 juga cenderung mengacu pada kemungkinan pemulihan ekonomi yang masih dipengaruhi pada kecepatan penanganan Covid-19.

photo
Rekor Kasus Covid-19 di Indonesia - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement