REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri
Tren penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia masih menunjukkan kenaikan secara konsisten. Sejak 23 Juni hingga hari ini, penambahan kasus positif Covid-19 di Tanah Air selalu di atas 1.000 orang setiap harinya.
Bahkan pada hari ini, Senin (27/7), kasus positif bertambah 1,525 orang dalam satu hari terakhir. Angka ini melambungkan Indonesia masih dalam deretan negara-negara dengan jumlah kasus positif Covid-19 lebih dari 100 ribu orang.
Indonesia bertengger di urutan 24 sebagai negara dengan kasus Covid terbanyak di dunia, berada di bawah Qatar dan di atas Mesir. Sementara China, sebagai negara asal virus corona berada di posisi ke-26 dengan jumlah kasus infeksi virus corona sebanyak 83.891 orang. Sementara ranking 1 masih diduduki Amerika Serikat (AS) dengan kasus konfirmasi positif mencapai 4,3 juta orang.
Kendati Indonesia mencatatkan angka penambahan harian yang cukup tinggi, ternyata ini belum puncaknya. Pakar memandang bahwa penularan Covid-19 di Tanah Air bahkan belum menyentuh puncak dan belum segera menurun bila jumlah spesimen yang diperiksa tak kunjung naik signifikan.
Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Syahrizal Syarif, menjelaskan, bahwa Indonesia masih belum menyentuh puncak penularan Covid-19 lantaran angka suspek yang masih tinggi. Hari ini saja, jumlah suspek Covid-19 di Indonesia tercatat sebanyak 54.910 orang.
Sedangkan angka positivity rate Indonesia masih cukup tinggi, 12,4 persen. Positivity rate ini menggambarkan rasio kasus positif berbanding total orang yang sudah dites. Semakin kecil angka positivity rate memberi gambaran bahwa jumlah orang yang dites semakin banyak.
"Indonesia belum puncak karena angka suspek masih tinggi. Dari 50 ribuan (suspek), kalau diperiksa hari ini semua maka kita dapat kasus tambahan baru minimal 5.000 orang. Itu dengan positivity rate 10 persen," ujar Syahrizal, Senin (27/7).
Syahrizal sendiri tak yakin kapan Indonesia bisa melalui puncak penularan Covid-19. Kuncinya, ujar Syahrizal, adalah kemampuan pemeriksaan spesimen Covid-19. Semakin banyak spesimen yang diperiksa maka semakin baik positivity rate dan pemetaan penularan bisa dilakukan. Bila temuan kasus positif semakin banyak pun, maka penularan bisa ditekan dengan mengisolasi mereka.
"Saya tak tahu kapan puncaknya. Ini tergantung kemampuan kapasitas pemeriksaan spesimen," katanya.
Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo juga mengaku tak tahu kapan puncak penularan Covid-19 di Indonesia terjadi. Menurutnya, kondisi penanganan Covid-19 cukup dinamis di setiap daerah.
"Di daerah yang terjadi penurunan dan daerah yang alami peningkatan. Dan ini fluktuatif. Setiap hari kasusnya juga kita lihat beda-beda," katanya.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyebutkan, angka psikologis 100 ribu kasus menunjukkan, Indonesia masih dalam keadaan krisis. Satgas Penanganan Covid-19 meminta masyarakat agar tidak kehilangan kewaspadaan dalam menghadapi risiko penularan virus corona.
"Kondisi ini mengingatkan semua pihak bahwa Indonesia masih dalam kondisi krisis. Untuk itu kita perlu tetap waspada bahwa masalah ini masih berada di Indonesia dan seluruh belahan dunia," jelas Wiku dalam keterangan pers, Senin (27/7).
Di dalam negeri, memburuknya penularan Covid-19 di Tanah Air juga terlihat dari penambahan jumlah daerah berisiko tinggi-sedang. Tercatat, porsi daerah zona merah pada per 26 Juli 2020 bertambah menjadi 10,31 persen, dari sebelumnya pada 19 Juli 2020 tercatat hanya 6,81 persen.
Terjadi penambahan zona merah dari 35 kabupaten/kota menjadi 53 kabupaten/kota. Sementara daerah zona oranye juga terpantau bertambah menjadi 35,99 persen, dari sebelumnya hanya 32,88 persen. Jumlah daerah zona oranye bertambah dari 169 kabupaten/kota menjadi 185 kabupaten/kota.
"Ini bukan kabar yang menggembirakan perlu jadi perhatian kita bersama," jelas Wiku.
Penambahan zona merah yang cukup mencolok terjadi di ibu kota, DKI Jakarta. Berdasarkan update terbaru, lima kota di Jakarta kini berubah menjadi zona merah. Kelimanya adalah Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara. Pekan lalu, hanya dua kota di ibu kota yang menyandang zona merah, yakni Jakarta Pusat dan Jakarta Barat.
"Sumut, Sulut, NTB, Kalteng, Kalsel, Jatim, Jateng, Gorontalo, DKI Jakarta punya zona merah cukup banyak dan ini jadi pekerjaan yang berat untuk bisa dipulihkan zonanya. Ini perlu kerja sama dengan masyarakat agar benar-benar disiplin terapkan protokol kesehatan," ujar Wiku.
Wiku menyampaikan, kenaikan jumlah kasus Covid-19 saat ini mayoritas disumbang oleh delapan klaster. Delapan klaster ini merupakan tempat di mana banyak masyarakat berkumpul.
"Klaster penyumbang kenaikan kasus di Indonesia yang pada prinsipnya ini terkait dengan kerumunan," kata Wiku.
Kedelapan klaster tersebut yakni kluster pasar dan tempat perikanan ikan, klaster pesantren, klaster transmisi lokal di daerah, dan klaster fasilitas kesehatan yang menjadi sumber penularan cukup tinggi. Selain itu, ada pula klaster acara seminar, klaster mal, kluster tempat ibadah, dan klaster perkantoran.
"Yang sekarang marak adalah perkantoran, di mana ada kenaikan kasus dari klaster perkantoran," tambahnya.
Untuk mengendalikan laju pertumbuhan kasus baru, pemerintah meminta agar kerja sama antara satuan tugas di daerah, masyarakat, serta operator dari fasilitas kesehatan terus ditingkatkan. Sehingga terus dilakukan pengawasan dan evaluasi.
"Kalau ada peningkatan kasus berarti ada yang tidak sempurna pelaksanaannya. Mohon petugas dikerahkan disiplin warga atau orang yang bekerja di situ," kata dia.
Kunci utama untuk mengendalikan jumlah kasus ini yakni perubahan perilaku masyarakat agar mematuhi disiplin protokol kesehatan.
Wiku mengatakan, kondisi saat ini menunjukan krisis pandemi belum berakhir di Indonesia. Karena itu, kata dia, masyarakat harus meningkatkan kewaspadannya.