REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pencairan belanja pemerintah untuk penanganan Covid-19, maupun program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui prosedur tata kelola yang berlaku serta akuntabel.
"Setiap pelaporan belanja dilakukan dengan akuntabilitas yang baik, karena kita tetap bertanggung jawab kepada masyarakat," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Senin (20/7).
Sri Mulyani mengakui kondisi darurat seperti sekarang ini membutuhkan pencairan belanja yang cepat dan tepat sasaran agar penanganan kesehatan dan kegiatan ekonomi dapat tetap berjalan. Namun, situasi tersebut bukan berarti pemerintah harus meninggalkan asas transparansi maupun akuntabilitas dalam proses penyerapan anggaran.
"Ini bukan hanya soal uang, memang bayangannya hanya masalah duit, tapi dari semua pengeluaran keuangan negara, uang itu satu hal, pengelolaan dan eksekusi adalah hal lain," ujarnya.
Oleh karena itu, ia mengharapkan adanya proses birokrasi di kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang lebih efisien agar uang yang sudah dianggarkan dapat terserap bagi kepentingan nasional.
"Presiden mengatakan ada kecepatan dan ketepatan, berarti ini membutuhkan seluruh kapasitas dari semua birokrasi kementerian, lembaga dan pemerintah daerah," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit anggaran hingga akhir semester I-2020 baru mencapai Rp257,8 triliun atau 1,57 persen terhadap PDB. Padahal, pemerintah melalui penerbitan Perpres 72 Tahun 2020 telah memperlebar defisit anggaran hingga Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen terhadap PDB.
Defisit anggaran yang masih rendah itu memperlihatkan adanya kinerja belanja pemerintah yang belum terserap secara optimal.