Senin 20 Jul 2020 23:20 WIB

Pemerintah Diminta Buka Ruang Dialog Bahas Omnibus Law

Ruang diskusi dengan pemerintah masih terbuka.

Rep: Rizkyan adiyudha/ Red: Muhammad Akbar
Sejumlah massa dari berbagai elemen saat melaksanakan aksi tolak Omnibus Law di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7). Aksi yang dihadiri oleh buruh dan mahasiswa itu menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law yang dinilai cacat prosedur dan bermasalah dalam substansi. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa dari berbagai elemen saat melaksanakan aksi tolak Omnibus Law di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7). Aksi yang dihadiri oleh buruh dan mahasiswa itu menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law yang dinilai cacat prosedur dan bermasalah dalam substansi. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Wahyu Ario Pratomo mengimbau pemerintah dan DPR membuka ruang dialog kepada masyarakat dan stakeholder lainnya terkait pembahasan Omnibus Law. Hal tersebut menyusul sejumlah unjuk rasa yang dilakukan untuk menentang RUU Ciptaker.

Wahyu mengatakan bahwa pihak-pihak yang menolak RUU Ciptaker agar berdialog dengan pemerintah dan DPR. Dia melanjutkan, dengan berdialog diharapkan jalan tengah ditemukan demi kepentingan bangsa dan negara.

“Ruang diskusi dengan pemerintah masih terbuka. Segala aspirasi saya kira bisa diakomodir," kata Wahyu dalam keterangan, Senin (20/7).

Dia berpendapat, semua pihak harus melihat dampak dari penerapan Omnibus Law Cipta Kerja secara utuh dan jernih. Menurutnya, produk hukum tersrbut bisa jadi memiliki banyak dampak positif bagi perekonomian Indonesia.

"Kita harus melihat ini secara utuh dan jernih. Kalau masih banyak orang yang mendapatkan dampak positifnya, sebaiknya kebijakan ini diambil saja,” kata Wahyu.

Secara terpisah, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Arief Mufraini mengataan RUU Cipta Kerja berpeluang mendorong pertumbuhan investasi syariah. Ia melihat RUU ini akan menciptakan ekosistem investasi yang lebih baik.

 “Mengurus sertifikasi halal bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam RUU Cipta Kerja disebutkan dibebaskan dari biaya,” katanya.

Tapi menurutnya, kemudahan dalam perizinan dan sertifikasi halal saja tidak cukup untuk menggenjot pertumbuhan investasi syariah. Arief juga menilai penting peran mengindahkan kualitas produk agar bisa bersaing secara global dan mendorong investor luar negeri teratrik menanamkan modal.

Apalagi, menurut Arief, saat ini UMKM-UMKM dan industri halal Indonesia memiliki peluang bersaing secara global. Hal itu mengingat Indonesia saat ini termasuk sepuluh negara besar di dunia yang mengembangkan industri halal. Dalam hal ini,  konsumen muslim di luar negeri cukup tinggi permintaan terhadap produk halal, terutama di negara-negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim.

“Produk-produk halal Indonesia bisa menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk memasuki persaingan perdagangan global. Hal itu mengingat persaingan perdagangan produk-produk halal di dunia tidak seketat produk-produk konvensional,” jelas dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta periode 2015-2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement