Jumat 17 Jul 2020 00:25 WIB

Duh...Masyarakat Bosan Lakukan Pencegahan Penularan Corona

Ancaman Covid-19 itu masih ada dan masyarakat jangan abai. 

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Agus Yulianto
Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan.
Foto: Dok BNPB
Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyoroti perilaku masyarakat yang mulai bosan melakukan upaya mencegah penularan virus corona SARS-CoV (Covid-19). Padahal, ancaman infeksi virus ini masih terjadi.

Deputi Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan mengaku, empat bulan terakhir sejak virus ini pertama kali masuk Tanah Air merupakan fase yang cukup panjang. Selama kurun waktu itu, pihaknya mengklaim telah berupaya mencegah supaya penularan ini tidak terjadi di masyarakat dengan memberikan informasi kepada masyarakat.

"Hasilnya, kami melihat memang animo masyarakat untuk mengikuti ini sangat besar sekali di tiga bulan pertama sebelum Idul Fitri kemarin. Tetapi setelah lebaran, mungkin karena muncul rasa bosan jadi tidak sepenuhnya mematuhi (protokol kesehatan) atau menurun," ujarnya saat mengisi konferensi pers virtual di akun youtube saluran BNPB bertema Mencegah Pandemi Covid-19 Dalam Skala Nasional, Bisakah?, Kamis (16/7).

Padahal, dia mengingatkan, ancaman Covid-19 itu masih ada dan masyarakat jangan abai. Dia menyebutkan, kunci mengantisipasinya adalah disiplin pribadi. Karena itu Lilik meminta masyarakat menjadi relawan bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan orang lain. Sebab, dia melanjutkan, tidak ada lagi yang bisa mengingatkan kalau bukan diri sendiri dan keluarga.

"Kita harus disiplin melakukan protokol kesehatan dan ini yang terus menerus kami gelorakan. Ini harus terus dilakukan sampai mungkin vaksin ditemukan atau obatnya jelas apa," ujarnya.

Dia menambahkan, kalau tidak ingin tertular maka upaya ini menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya BNPB. Sebab, dia menyebutkan, jika masyarakat tertular virus ini harus masuk ke rumah sakit (RS) untuk menjalani perawatan medis. "Padahal tempat perawatan itu memiliki keterbatasan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement