REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dadang Kurnia, Fauziah Mursid, Antara
Surabaya masih menjadi zona panas penyebaran Covid-19. Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, kematian akibat Covid-19 paling tinggi di Indonesia terjadi di Kota Surabaya, Jatim.
Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, mengatakan kasus Covid-19 di Jatim kini tinggi. Khususnya di Kota Surabaya.
"Surabaya harus belajar dan harus menjaga (menekan penularan Covid-19). Karena kita bisa lihat data yang menunjukkan angka laju penularan tinggi dan kasus fatalitas di kota itu tinggi," ujarnya saat konferensi pers virtual akun youtube saluran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bertema 'Covid-19 dalam Angka: Covid-10 di Pulau Jawa, Apa yang Bisa Dipetik?', Rabu (15/7).
Ia menyebutkan angka kematian akibat Covid-19 di Surabaya bisa menyentuh 22 per 100 ribu penduduk. Angka ini diakuinya sangat tinggi dibandingkan dengan daerah lain seperti Depok, Jawa Barat yaitu 1,78 per 100 ribu.
Kemudian dilihat dari laju insidensi, dia melanjutkan, Kota Surabaya menempati peringkat pertama yaitu 250 per 100 ribu penduduk. Ia menyebut penularan di kota itu lebih cepat dan sangat tinggi dibandingkan daerah lainnya misalnya Kota Depok yaitu 45 per 100 ribu.
Tingginya penularan dan banyaknya kasus diakuinya membuat kasus di kota pahlawan ini menempati posisi pertama yaitu sekitar 7.500 kasus dan menjadi kasus terbanyak dibandingkan daerah-daerah lain di Jatim. Kabupaten/kota kedua yang menhalami kasus Covid-19 terbanyak di Jatim yaitu Kabupaten Sidoarjo sekitar 2 ribuan kasus.
Ia menyebut proporsi kasus di Sidoarjo kini sepertiga dari Surabaya dan menunjukkan peningkatan. Awalnya jumlah kasus di kabupaten ini hanya seperlima dari Surabaya. Sekarang jumlah terus bertambah menjadi sepertiga kasus Covid-19 di Surabaya.
"Jadi ada penambahan cukup signifikan. Bisa karena Surabaya yang melambat kasusnya atau kasus di Sidoarjo memang naik," katanya.
Kemudian, dia melanjutkan, Kabupaten Gresik menempati posisi ketiga kabupaten/kota di Jatim yang mengalami kasus Covid-19 terbanyak. Terkait analisis data klaster penularan Covid-19 di Jatim, ia mengungkap per 7 Juli 2020 total ada 141 klaster.
Ia mengungkap 31 klaster di antaranya berasal dari pasar, mayoritas pasar tradisional. Ia menambahkan, pasar memang berpotensi menjadi klaster baru penularan karena di tempat itu orang-orang berdesakan, dan kemungkinan berkerumunnya lebih tinggi, sementara sirkulasi udara tidak terlalu baik, dan banyak sekali orang yang terlibat di dalamnya.
Dewi mengatakan klaster penularan Covid-19 di Jatim cukup banyak dan bermacam-macam. "Di sini kita bisa lihat kalau dari jumlah kasus ternyata paling banyak transmisi lokal artinya di sebuah kelompok masyarakat yang tiba-tiba positif padahal mereka tidak ada riwayat bepergian. Jadi bisa saja ada seseorang yang positif akhirnya menulari orang-orang sekelilingnya dan inilah yang harus kita waspadai," katanya.
Kota Surabaya menjadi daerag peringkat pertama yang mengalami angka kematian terbanyak akibat penularan virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) dibandingkan daerah lainnya. Angka kematian di Kota Pahlawan ini mencapai 22,07 per 100 ribu penduduk.
Angka kematian tertinggi kedua adalah Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) yaitu 17,01 per 100 ribu penduduk. Kemudian peringkat ketiga yaitu Kota Manado, Sulawesi Utara yaitu 15,85 per 100 ribu penduduk, keempat Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah 13,83 per 100 ribu penduduk.
Peringkat kelima, dia melanjutkan, yaitu Jakarta Pusat di DKI Jakarta yaitu 13,41 per 100 ribu penduduk. Kemudian, Kota Mataram dj Nusa Tenggara Barat yaitu 11,84 per 100 ribu penduduk, ketujuh Kota Makassar, Sulawesi Selatan 11,41 per 100 ribu penduduk, delapan Kota Gorontalo 7,98 per 100 ribu penduduk, sembilan Kota Banjarbaru, Kalsel 7,16 per 100 ribu penduduk, dan Kota Semarang 7,11 per 100 ribu penduduk.
"Bahkan, Surabaya juga menempati posisi teratas kematian akibat Covid-19 di kabupaten/kota yaitu sebanyak 651," ujarnya.
Kemudian peringkat kedua, dia melanjutkan, Kota Makassar 169 kematian, ketiga Jakarta Pusat 154 kematian, keempat Jakarta Timur 147 kematian, kelima Jakarta Selatan 142 kematian. Keenam yaitu Jakarta Barat 131 kematian. Kemudian peringkat ketujuh yaitu Kabupaten Sidoarjo 127 kematian, Kota Semarang 119 kematian, sembilan Kota Banjarmasin 114 kematian, dan terakhir Jakarta Utara 109 kasus.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan Presiden Joko Widodo meminta para gubernur seluruh Indonesia menegakkan kedisiplinan publik terhadap protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Hal itu disampaikan Khofifah seusai mengikuti Rapat Para Gubernur dengan Presiden Jokowi terkait Percepatan Penyerapan APBD 2020 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu.
"Pak Presiden memberikan arahan untuk menegakkan disiplin. Memang seyogyanya ada sanksi, apakah itu denda maupun administrasi, supaya ada peningkatan kedisiplinan masyarakat," ujar Khofifah.
Khofifah menyampaikan peningkatan kedisiplinan masyarakat harus diiringi upaya pergerakan roda perekonomian kembali. Dia mengatakan Presiden terus mengingatkan kepala daerah untuk mengetahui kapan harus menerapkan dan menghentikan kebijakan, atau dalam istilah yang kerap disampaikan Presiden yakni gas dan rem.
"Kepala daerah harus bisa melakukan deteksi secara kontinyu. Jadi pergerakan ekonomi dan Covid-19 bisa dikendalikan," jelasnya.
Dia menyampaikan selama enam hari terakhir tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Jawa Timur tertinggi se-Indonesia. Per hari Rabu, Khofifah menerima laporan jumlah pasien sembuh di Jatim mencapai 500 orang. "Pekerjaan rumah saat ini adalah menurunkan angka kematian dan kasus," ujarnya.
Dia mengatakan hingga saat ini pemenuhan berbagai kebutuhan tes Covid baik PCR maupun tes cepat molekuler terus dikoordinasikan dengan gugus tugas pusat.
Kemarin, dari Surabaya Khofifah menyatakan optimismenya Jatim bisa melewati masa darurat Covid-19. Pada Senin (13/7), pasien sembuh di Jatim mencapai mencapai 268 orang. Kemudian pada Ahad, pasien sembuh di Jatim mencapai 207 orang, Sabtu 318 orang, Jumat 234 orang dan Kamis 263 orang. Secara kumulatif, pasien positif Covid-19 yang dinyatakan sembuh di Jatim mencapai 6.858 orang atau setara 40,67 persen.
Khofifah optimistis, tingginya angka kesembuhan pasien Covid-19 tersebut bisa membawa Jatim melalui masa darurat pandemi Covid-19. Menurutnya, kesembuhan yang terus meningkat menjadi bukti bahwa inovasi- inovasi dalam perawatan pasien Covid-19 cukup efektif dalam mengatasi pandemi ini.
Di antaranya, one gate referral system, pembuatan pedoman perawatan terpadu, pemisahan pasien ringan dengan sedang berat, penggunaan plasma convalesent maupun karantina terpusat di RS Darurat Indrapura. Prinsipnya, kata dia, adalah cepat evakuasi, cepat melayani, sehingga hasilnya adalah cepat sembuh.
"Meskipun recovery rate di Jatim terus meningkat, namun kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan harus tetap dijaga. Masyarakat harus tetap menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun,” ujar Khofifah.
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla mengingatkan jika tidak ada upaya maksimal mengendalikan penyebaran virus Covid-19, maka angka positif Covid-19 di Indonesia akan terus bertambah. JK mengatakan, penyebaran virus Covid-19 yang seperti deret ukur, akan dengan cepat menularkan ke orang lain.
Ia mencontohkan, hanya butuh dua bulan sejak kasus pertama diumumkan pada Maret untuk mencapai angka 10 ribu orang. Karena itu, jika tidak dilakukan upaya tepat maka jumlah orang terinfeksi akan terus bertambah.
"Sekarang hanya butuh waktu 7 hari untuk kita bertambah lagi 10 ribu. Karena itu saya perkirakan akhir Juli ini akan mencapai angka 100 ribu dan pada tanggal 17 agustus jumlah penderita Covid di Indonesia akan mencapai 120 ribu kalau tidak ada intervensi yang keras dari kita," kata JK.
JK menilai salah satu cara paling efektif mengendalikan kasus adalah dengan mengurangi pergerakan orang. Sebab, selama ada kerumunan maka potensi penularan tetap akan terjadi, apalagi tanpa disertai disiplin protokol kesehatan.
"Saya kira tidak ada cara yang paling efektif membendung wabah ini selain mengurangi pergerakan orang. Mengenai caranya terserah pemerintah," kata Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 itu.