REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif menyoroti aturan baru Kementerian Kesehatan (Kemenkes) soal penanganan covid-19. Salah satu dampaknya diprediksi lonjakan angka kematian covid-19 karena perubahan indikator.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto resmi menghapus istilah orang tanpa gejala (OTG), Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) dalam kaitan orang yang terinfeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Perubahan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) yang ditandatangani Senin (13/7).
Istilah baru dalam operasional kasus Covid-19 ialah Kasus Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, sebagai pengganti ODP, PDP dan OTG.
"Dalam Permenkes baru mengakomodir imbauan WHO bahwa kasus probable yang belum ada konfirmasinya (terjangkit covid-19) dihitung sebagai kematian covid-19," kata Syahrizal saat dihubungi Republika, Selasa (14/7).
Syahrizal meragukan, penerapan yang akan dilakukan Kemenkes lewat aturan tersebut. Sebab, dampaknya akan signifikan berpengaruh pada jumlah kematian covid-19 di Tanah Air.
"Apa benar Kemenkes mau lakukan itu? Sementara negara lain tidak banyak ikuti anjuran WHO itu. Kalau betul dilakukan, maka angka kematian yang dilaporkan akan jauh meningkat," ujar Syahrizal.
Dalam aturan baru Kemenkes disebutkan kasus probable adalah suspek dengan ISPA Berat/ARDS/meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Syahrizal mengungkapkan saat ini saja kematian yang disumbang ODP,PDP rata-rata secara nasional 3,5 kali lipat dari kematian yang dilaporkan.
"Nah kalau Kemenkes ingin ikuti pedoman baru WHO ini maka jangan kaget nanti angka kematiannya dilaporkan bisa 2 kali lebih banyak dari yang sekarang dilaporkan," ucap Syahrizal.