Selasa 14 Jul 2020 21:15 WIB

RUU Cipta Kerja Harus Akomodasi Difabel

RUU Ciptaker belum mengatur hak pekerja difabel secara eksplisit.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Satria K Yudha
Penyandang tuna netra membuat batik dengan teknik jumput dan ikat di Omah Difabel, Malang, Jawa Timur,  Selasa (2/6/2020). Pembuatan batik tersebut merupakan upaya pemberdayaan para penyandang tuna netra agar lebih kreatif berkarya serta mandiri
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Penyandang tuna netra membuat batik dengan teknik jumput dan ikat di Omah Difabel, Malang, Jawa Timur, Selasa (2/6/2020). Pembuatan batik tersebut merupakan upaya pemberdayaan para penyandang tuna netra agar lebih kreatif berkarya serta mandiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ingrid Kansil menyoroti pasal-pasal RUU Cipta Kerja. Ia meminta agar para penyandang disabilitas diakomodasi dalam RUU Cipta Kerja. 

Ingrid menyoroti permasalahan tidak adanya pasal yang secara jelas mengatur tentang pekerja disabilitas. Hal tersebut memunculkan polemik baru karena hak penyandang disabilitas yang diamanahkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tidak dipenuhi.

"Tidak terdapat satu pasal pun dari ratusan pasal yang mengatur hak-hak para pekerja yang mengatur hak pekerja disabilitas," kata Ingrid dalam keterangannya, Selasa (14/7).

Ingrid menegaskan hal tersebut perlu menjadi perhatian. Karena pada bab IV tentang Ketenagakerjaan pada RUU Cipta Kerja, tidak secara ekspilisit mengatur hak pekerja yang merupakan penyandang disabilitas.

Sebagai salah satu politisi yang menjadi bagian dalam proses perumusan kebijakan tentang penyandang disabilitas, Ingrid mengaku sangat menyayangkan hal tersebut. Ingrid mendorong pemerintah dan DPR RI untuk lebih peduli atas nasib serta kelangsungan hidup para penyandang disabilitas.

Apalagi, lanjut dia, landasan hukum yang mengakomodasi disabilitas sudah ada, yakni UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Ingrid juga mengingatkan bahwa hingga saat ini turunan kebijakan dari UU 8/2016 belum terlaksana sepenuhnya. 

"Apalagi kaitannya dengan kuota penyandang disabilitas sebagai pekerja di sektor formal, masih minim jumlahnya. Ada banyak alasan. Misalnya ketidakmampuan para penyandang disabilitas dalam memenuhi standarisasi pekerja sektor formal," ujar dia. 

Ingrid juga menyoroti soal pasal tentang perlindungan UMKM dan bagi para pekerja informal. Ia mengatakan, penyandang disabilitas mayoritas merupakan pekerja sektor informal ataupun pelaku usaha UMKM. Atas asalan itulah, penyandang disabilitas perlu diatur haknya secara jelas di dalam RUU Cipta Kerja. 

"Jangan kemudian ketika para penyandang disabilitas meminta hak pendampingan usaha dan bantuan modal tidak dapat mengakses hal tersebut, karena di undang-undangnya tidak dicantumkan," kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement